HAK ASUH ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN PASCA PERCERAIAN

Perselisihan hingga mendatangkan keributan dalam menentukan hak asuh anak sering kali ada dalam tiap perkara perceraian, baik dalam lingkup pengadilan agama atau pengadilan negeri. Pada hakikatnya peraturan perundang-undangan telah menentukan hak asuh atas anak di bawah umur diserahkan kepada ibunya. Walaupun hal tersebut tidak berlaku mutlak. (Baca Juga: Ini Yang Mengakibatkan Ibu Kehilangan Hak Asuh Atas Anak)

Masalah akan menjadi lebih kompleks jika anak tersebut lahir dari perkawinan campuran (perkawinan antara WNI dan WNA). Adapun yang dimaksud perkawinan campuran disini sebagaimana dalam Pasal 57 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), yaitu:

“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”

(Baca Juga: Untuk Anda Yang Mau Menikah Dengan WNA, Ini Syaratnya!)

Peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai penentuan hak asuh anak bagi pasangan perkawinan campuran yang bercerai termuat dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”).

Sebagaimana termuat dalam Pasal 29 ayat (2) dan (3) UU Perlindungan Anak, yaitu:

Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya.

Berdasarkan aturan dalam Pasal 29 ayat (2) UU Perlindungan Anak dinyatakan, anak yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan. Ketentuan tersebut sejalan dengan apa yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dalam Pasal 105 ayat (1) KHI telah ditentukan pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Namun jika anak tersebut sudah berusia 12 tahun atau lebih, maka anak tersebut memiliki hak untuk memilih di antara ayah dan ibunya sebagai pihak pemegang hak asuh atau pemegang hak pemeliharaan.

Dalam Putusan No. 4/Pdt.G/2012/PN.BLI dalam perkara perceraian antara perempuan Warga Negara Jerman dan pria Warga Negara Indonesia, ditentukan anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut berada dalam pemeliharaan ibunya.

Pada praktiknya hal mendasar dijadikan perhatian dan pertimbangan majelis hakim dalam menentukan pihak mana yang berhak untuk memperoleh hak asuh yaitu disesuaikan dengan kepentingan si anak itu sendiri.

Sebagaimana termuat dalam yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 906 K/Sip/1973 tanggal 25 Juni 1974 yang menyebutkan bahwa kepentingan si anak yang harus dipergunakan selaku patokan untuk menentukan siapa dari orang tuanya yang diserahi pemeliharaan si anak.

Penentuan hak asuh si anak ini nantinya akan berdampak pada kewarganegaraan dari anak tersebut. Karena bagi seorang anak dari perkawinan campuran yang belum berusia 18 tahun berhak untuk memperoleh kewarganegaraan dari kedua orang tuanya. Atau disebut kewarganegaraan ganda.

Ketika mencapai usia 18 tahun maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegarannya.

Namun ketika terjadi perceraian, dimana ibunya berkewargangeraan Republik Indonesia dan anak dalam usia belum mampu menentukan pilhannya. Maka demi kepentingan terbaik si anak atau atas permohonan ibunya tersebut, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan RI bagi anak tersebut.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) UU Perlindungan Anak.
Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan kemungkinan besar hak asuh seorang anak dalam perkawinan campuran akan menentukan kewarganegaraan dari anak tersebut di kemudian hari.

Ingin konsultasi lebih lanjut mengenai permasalahan proses perceraian Anda? Kami siap membantu Anda dengan memberikan konsultasi secara GRATIS silakan hubungi Kantorpengacara.co di (+62) 821-9797-0522 atau email ke: [email protected].

Author :

Fairus Harris