Pembagian Waris Bagi Anggota Keluarga yang Berbeda Agama

Salah satu permasalahan pembagian waris yang paling krusial yaitu apabila dalam suatu keluarga terdapat ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris (orang yang meninggal) dan ahli waris lainnya. Baik perbedaan agama itu terjadi sewaktu pewaris masih hidup atau ketika pewaris telah meninggal dunia.

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak mengatur dalam hal terjadinya perbedaan agama antara ahli waris dan pewaris.

Berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang keberlakuannya khusus bagi masyarakat yang beragama Islam, yang mengatur mengenai perbedaan agama pewaris dan ahli waris.

Dalam Pasal 171 butir (c) KHI disebutkan, yang termasuk ahli waris yaitu seseorang yang mana saat pewaris meninggal dunia memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan;
  2. Beragama Islam; dan
  3. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Ketiga persyaratan tersebut bersifat kumulatif yang berarti agar dapat menjadi ahli waris menurut hukum Islam harus memenuhi seluruh syarat tersebut.

Jadi misalnya ketika seorang bapak (beragama Islam) meninggal dunia dan salah satu anak kandungnya ada yang beragama non-Islam, maka anak tersebut tidak berhak menjadi ahli waris.

Dalam salah satu hadist Nabi Muhammad SAW yang selalu dijadikan rujukan bagi Pengadilan Agama dalam memutus perkara waris disebutkan tidaklah berhak seorang muslim mewarisi harta orang non-muslim dan tidak berhak pula bagi orang non-muslim mewarisi harta seorang muslim.

Bahkan dalam ketentuan tersebut berlaku sebaliknya juga. Jika seorang anak dalam suatu keluarga beragama Islam namun orang tuanya beragama selain Islam, maka anak tersebut juga tidak berhak mewaris dari orang tuanya tersebut.

Wasiat Wajibah
Namun terdapat jalan keluar penyelesaian bagi anggota keluarga yang tidak berhak menerima waris tersebut yaitu dengan diberikannya wasiat wajibah. Hal tersebut sebagaimana dalam Yuriprudensi Mahkamah Agung dengan No. 368 K/AG/1995.

Dalam kasus tersebut pewaris meninggalkan 6 orang anak yang satu di antaranya memeluk agama Kristen. Untuk menyelesaikan permasalahan pembagian waris salah satu anak dari pewaris mengajukan gugatan dan meminta Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk menetapkan ahli waris yang sah. Penggugat beranggapan, saudaranya yang berbeda agama tersebut tidak patut untuk memperoleh hak waris karena telah berpindah agama.

Akhirnya pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, majelis hakim agung memutuskan anak pewaris yang non muslim tersebut tetap berhak memperoleh bagian dari harta orang tuanya berdasarkan wasiat wajibah. Yang mana besarnya sama dengan bagian ahli waris perempuan lainnya.

Ingin mengajukan pertanyaan dan konsultasi mengenai permasalahan waris dalam keluarga anda, kami siap membantu Anda, silakan hubungi Kantorpengacara.co di +62 812-9797-0522 atau email ke [email protected].

Author :

Fairus Harris