PENYELESAIAN KREDIT SETELAH PERCERAIAN

“PENYELESAIAN KREDIT SETELAH PERCERAIAN”

Ada klien yang pernah menanyakan hal sebagai berikut:

Selama perkawinan, saya dan suami membeli rumah dengan cara kredit di bank. Namun dikarenakan saya tidak bekerja, jadi untuk pembayaran uang muka (down payment) dan cicilan sepenuhnya suami yang bayar. Lalu, jika saya dan suami bercerai apakah rumah tersebut termasuk harta bersama? Apakah saya punya hak atas rumah tersebut?

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, telah menentukan seluruh harta benda yang diperoleh selama perkawinan adalah harta bersama. Tanpa melihat harta tersebut diperoleh atas usaha atau dari uang suami atau istri. (Baca: Prosedur Pembagian Harta Gono Gini Dalam Perceraian)

Sehingga walaupun istri tidak bekerja dan seluruh aset yang diperoleh menggunakan uang suami, istri tetap berhak memperoleh bagian dari harta bersama tersebut.

Lalu bagaimana ketika perceraian terjadi masih terdapat aset dengan status kredit yang belum dilunasi?

Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam (KHI), mengatur bahwa harta bersama meliputi benda berwujud dan/atau tidak berwujud termasuk hak dan kewajiban. (Baca: Bagaimana Status Utang Tanpa Persetujuan Pasangan)

Berdasarkan aturan tersebut maka harta bersama tidak hanya barang-barang yang menimbulkan hak dan piutang dari pihak ketiga. Namun kewajiban dalam harta kekayaan seperti kredit di bank termasuk harta bersama.

Ketika terjadi perceraian, maka kredit rumah atau aset lainnya termasuk harta bersama yang pembagiannya harus diselesaikan. Walaupun selama perkawinan cicilannya dibayarkan oleh salah satu pihak, namun karena termasuk harta bersama maka terdapat bagian dari suami istri yang tetap harus diperhitungkan.

Berdasarkan prakteknya terdapat beberapa pilihan penyelesaian yang dapat dilakukan dalam membagi harta bersama termasuk cara penyelesaian kredit setelah perceraian yang masih dalam status kredit:

  • Opsi I

Setelah perceraian, kredit terhadap aset harta bersama tetap dilanjutkan. Sisa cicilan yang masih berlangsung ditanggung bersama antar mantan suami istri dengan besaran porsi yang berimbang berdasarkan kesepakatan para pihak. Ketika aset telah dilunasi dan dilakukan jual beli, hasil penjualan dibagi sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak selama ini (Baca: Tidak Selamanya Harta Bersama Harus Dibagi Sama Rata)

  • Opsi II

Memberikan kompensasi kepada pihak yang tidak berkenan untuk melanjutkan cicilan kredit. Dengan konsekuensi hukum aset tersebut menjadi hak milik dari pihak yang meneruskan pembayaran kredit atas aset tersebut.

Contoh:
Ketika bercerai mantan pasangan suami istri masih memiliki cicilan rumah di bank selama 5 tahun. Jika mantan suami berkeinginan untuk memiliki rumah tersebut maka selain berkewajiban untuk menyelesaikan sisa kredit yang masih berlangsung, mantan suami tersebut juga berkewajiban untuk mengembalikan 50% dari jumlah cicilan yang sudah dibayarkan kepada mantan istrinya. Hal tersebut sebagai bentuk kompensasi atas bagian harta bersama yang menjadi milik mantan istri.

  • Opsi III

Dengan melakukan pengalihan kredit (over credit) atas aset tersebut kepada pihak ketiga dan uang yang diperoleh dari pengalihan kredit tersebut dibagi antar mantan pasangan suami istri. Uang yang diperoleh dari pengalihan kredit tersebut dianggap sebagai harta bersama sebagai pengganti dari aset sebelumnya.


Ingin mengajukan pertanyaan dan konsultasi mengenai permasalahan pembagian harta bersama dalam perkawinan anda, kami siap membantu Anda, silakan hubungi Kantorpengacara.co di +62 812-9797-0522 atau email ke [email protected]

Author :

Fairus Harris