Apakah Suami Boleh Melarang Istri Kerja?

Pengurusan Akta Cerai – Sebenarnya tidak ada aturan hukum secara eksplisit yang menyatakan bahwa dalam pernikahan suamilah yang harus bekerja. Pernikahan seyogyanya menjadi hubungan kemitraan antara pasangan suami-istri termasuk dalam urusan bekerja menghasilkan uang untuk pemenuhan hidup.

Adalah pandangan umum menyebutkan suami harus bekerja atau pencari nafkah utama di dalam keluarga sementara istri bertugas mengurus dan mengatur rumah tangga. Suami melarang istri bekerja bisa dipahami sebagai upaya dari suami untuk menjaga agar istri tetap berada di rumah sementara dia sendiri yang mencari nafkah.

Akan tetapi, suami melarang istri bekerja terjadi pula ketika istri memutuskan untuk tetap bekerja selama pernikahan. Banyak alasan yang membuat wanita lebih memilih tetap bekerja meskipun suami tidak kekurangan nafkah. Untuk mengatasi masalah ini maka kedua pihak harus berembuk untuk mencapai tujuan bersama.

Suami Boleh Melarang Istri Tetapi Tidak Melarang Perusahaan

Pada kasus yang mana wanita tetap memilih bekerja, seorang suami memiliki hak untuk melarangnya bekerja. Melarang dalam hal ini bukanlah pengekangan melainkan kesadaran bahwa sebagai suami dia harus mengatur rumah tangganya sedemikian rupa agar istrinya bisa mengurus rumah dan anak-anak.

Seorang istri yang dilarang untuk bekerja oleh suami bisa melihat kemungkinan terbaik dari larangan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab suami terhadapnya. Namun, apabila ada alasan yang mana dia harus bekerja maka seorang istri tidak harus mendapatkan persetujuan suami untuk bekerja. Menurut UU Perkawinan, istri bisa melakukan melakukan perbuatan hukum tanpa persetujuan dari suami.

Pasal 31 UU Perkawinan

(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Dari poin di atas terlihat bahwa Seorang istri memiliki hak untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hubungan hukum termasuk hubungan kerja dengan perusahaan. istri bisa memutuskan apakah dia mau menuruti keinginan suami atau tidak dalam hal berhenti dari tempat kerja.

Suami hanya berhak melarang istri untuk tidak bekerja tetapi tidak berhak melarang perusahaan untuk mempekerjakan istrinya. Hubungan suami adalah dengan istri, bukan dengan perusahaan. suatu perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja, dalam hal ini istri dengan pertimbangan kedua belah pihak.

 Demi Tujuan Perkawinan, Istri Dapat Berhenti Kerja

Seorang istri harus memiliki pemikiran yang luas ketika dia telah menikah, sekalipun karirnya sedang di puncak. Apabila suaminya melarang bekerja, maka keduanya harus berkomunikasi untuk menemukan kesepakatan dengan melihat pada tujuan dari perkawinan.

Apabila ternyata suami mampu menafkahi dan memenuhi kewajibannya dalam perkawinan, maka tidak ada alasan bagi seorang istri untuk tidak mendengarkan suaminya.

Pasal 1 UU Perkawinan berbicara tentang tujuan dari perkawinan sehingga baik suami maupun istri harus saling menghormati dan memahami agar perkawinan dapat mencapai tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Mengenai nafkah yang mana suami harus bekerja, Pasal 34 UU Perkawinan mengatur kewajiban suami untuk melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, serta isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Jadi, meskipun istri memiliki kedudukan yang sama dalam perkawinan dengan suami, dalam urusan pekerjaan perlu dipertimbangkan bersama apakah istri tetap bekerja atau tidak. Apalagi di masa sekarang, wanita karir yang memiliki penghasilan lebih besar daripada suami adalah hal yang sudah semakin lumrah. Dengan pemahaman bahwa tujuan perkawinan harus dihormati bersama, maka komunikasi antara suami dan istri mengenai hal ini harus dikedepankan.

Baca Juga: Warisan Dari Orang Yang Tidak Menikah