Bagaimana Bila Anak Membully Anak Orang Lain dan Jerat Hukumnya?

Pengacara Perceraian Jakarta – Perilaku perundungan atau lebih dikenal dengan istilah bullying merupakan perlakuan yang menindas orang lain. Hal ini kerap dialami oleh anak di usia sekolah atau remaja. Tentunya perilaku tersebut berdampak negatif pada psikis seorang anak korban perundungan. Mereka cenderung menjadi depresi, pemurung bahkan berakibat bunuh diri.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Douglas Gentile dan Brad Bushman dalam Psychology of Popular Media Culture, disebutkan bahwa anak-anak yang terlihat baik juga memiliki risiko untuk menjadi seorang pengganggu dan memiliki beberapa perilaku yang agresif.

Berdasarkan penelitian tersebut juga diungkapkan, ada enam faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi seorang pengganggu atau membully anak lain, yaitu:

  1. Kecenderungan permusuhan

Dalam lingkup keluarga atau pertemanan permusuhan seringkali tidak dapat dihindarkan. Merasa dimusuhi dapat memicu rasa dendam dan ingin membalaskannya.

  1. Kurang perhatian

Minimnya keterlibatan dan perhatian dari orang tua dapat menyebabkan anak suka mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Salah satunya pujian pada kekuatan dan popularitas di luar rumah.

  1. Gender sebagai laki-laki

Image kuat yang melekat pada anak laki-laki mendorong mereka untuk mendapat pengakuan bahwa mereka lebih kuat dibandingkan anak laki-laki lainnya. Hal ini menyebabkan perilaku mereka lebih cenderung agresif secara fisik.

  1. Riwayat korban kekerasan

Anak yang pernah mengalami kekerasan di dalam rumah khususnya dari orang tua lebih cenderung ingin “balas dendam” pada temannya di luar rumah.

  1. Riwayat berkelahi

Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan dapat menjadikan seseorang ketagihan untuk melakukannya. Sebab mungkin mereka senang memperolah pujian dari banyak orang.

  1. Ekspos kekerasan dari media

Media seperti televisi, game, dan film tentunya terdapat adegan kekerasan. Meski seharusnya orang tua mendampingi anak saat menyaksikan tontonan atau bermain game, terutama jika anak masih di bawah umur. Ekspos dari media terhadap adegan kekerasan ini sering menginspirasi anak untuk mencobanya dalam dunia nyata.

Selain dalam dunia nyata, perilaku perundungan atau bullying juga marak terjadi di media sosial dewasa ini. Dikenal dengan istilah cyberbullying. Kasus seperti ini tidak hanya menimpa kalangan biasa namun juga kepada beberapa publik figur.

Jerat Hukum Pelaku Perundungan

Jika pelaku dan korban perundungan adalah anak-anak, maka dapat merujuk ke UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 3, dan Pasal 4 tentang Hak dan Kewajiban Anak UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 1 ayat 1:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 3:

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Pasal 4:

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sanksi yang diberlakukan jika pelaku adalah anak-anak, maka sanksi yang ditetapkan adalah Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  1. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
  2. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  3. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

Jika pelaku kekerasan adalah orang dewasa dan korban dianiaya secara fisik, dapat menggunakan Pasal 170 atau 351 KUHP. Jika yang terjadi adalah cyberbullying, maka dasar hukum yang diberlakukan adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016. Dan jika korban kasus perundungan adalah penyandang disabilitas dapat merujuk pada UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas.

Pentingnya peran orang tua dan orang dewasa untuk mengawasi anak-anak dalam berperilaku agar hal seperti perundungan tidak perlu terjadi dan menyisakan trauma mendalam bagi korban. Yang perlu dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa ialah memberitahu bahwa hal tersebut adalah buruk. Juga ajari anak untuk menghargai perbedaan sejak dini. Bahwasanya mengejej penampilan, kondisi fisik, atau status ekonomi seseorang merupakan tindakan yang buruk.

Mengasah empati juga tak kalah pentingnya. Sebab anak dapat belajar untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami emosi dari perasaan orang tersebut. Serta jadilah contoh yang baik dan belajar untuk mengelola emosi ketika Anda menghadapi anak-anak. Karena anak akan berperilaku sebagaimana orang tua atau orang dewasa mencontohkannya.