Bagaimana Tanggung Jawab Hutang dalam Perkawinan Setelah Cerai?

Pengurusan Perceraian Jakarta – Hutang dalam perkawinan adalah tanggung jawab kedua belah pihak yang terlibat dalam perkawinan tersebut. Hutang yang dimaksud bisa berupa hutang bisnis, cicilan rumah, kredit mobil dan lain sebagainya. Selama perkawinan harmonis, maka pembayaran hutang tidak menjadi soal. Namun, bagaimana jika sebuah pasangan memutuskan bercerai tetapi masih memiliki hutang yang mesti ditanggung bersama?

Harta dan Hutang dalam Perkawinan

Salah satu asas dalam perkawinan yang perlu dipahami oleh suami-istri yakni asas kemitraan. Pria dan wanita yang memutuskan untuk menikah setuju untuk hidup bersama dalam satu keluarga, bahu-membahu menjaga rumah tangga, dan tidak lagi menjadi masing-masing individu melainkan satu kemitraan.

Asas kemitraan ini dipakai pula menyangkut kepemilikan harta dan hutang yang diperoleh selama perkawinan. Dalam UU Perkawinan, terdapat ketentuan yang mengatur mengenai Harta Bersama, yakni harta milik bersama antara suami dan istri yang dihasilkan selama hidup dalam perkawinan. Harta Bersama ini dibedakan dari Harta Bawaan yang mana harta bawaan berupa harta yang diperoleh masing-masing pihak sebelum perkawinan termasuk warisan, hadiah atau sodaqah.

Pemanfaatan dari harta bersama adalah untuk keperluan dan kebutuhan bersama, termasuk dalam hal ini membayar hutang. Sementara itu, harta bawaan tetap menjadi milik masing-masing pihak kecuali ada kesepakatan bersama mengani kedua pasangan. Jika ada kesepakatan keduanya untuk meleburkan harta pribadi untuk menjadi harta bersama, maka harta tersebut boleh dipakai juga untuk membayari hutang.

Perceraian yang terjadi akan mempengaruhi terhadap kepemilikan terhadap harta bersama. Biasanya disebut sebagai harta gono-gini. Baik dalam UU Perkawinan maupun dalam KHI, ditetapkan bahwa jika terjadi perceraian maka harta bersama akan dibagi secara adil.

Pembagian harta bersama jika ada hutang bersama

Yang dimaksud dengan hutang bersama tentu saja hutang yang terjadi selama perkawinan atas dasar kesepakatan bersama. Jika suami dan istri sepakat melakukan sebuah hutang misalnya dalam pinjaman modal ke bank, kredit rumah, cicil mobil dan lain-lain maka keduanya wajib bahu-membahu membayari hutang tersebut.

Setelah bercerai, jika hutang bersama masih belum terbayar maka kedua pasangan memiliki kewajiban yang sama atasnya. Umumnya, dalam menyelesaikan masalah hutang bersama, akan melihat harta bersama yang dimiliki kedua pasangan. Dalam hal ini, pembagian harta gono-gini baru akan terjadi setelah dari harta bersama dikurangi untuk membayari hutang. Dengan demikian, pembagian harta bersama berupa haarta bersih setelah dikurangi hutang. Misalkan suatu pasangan yang bercerai dengan masih memiliki kewajiban cicilan di bank, pembagian harta bersama adalah setelah harta tersebut digunakan untuk membayar hutang bank. Jika mereka memutuskan menjual rumah, maka sebagian uang hasil penjualan untuk memlunasi hutang bank sisanya akan dibagi berdasarkan ketentuan mengenai harta bersama.

Hal yang sama berlaku pula untuk jaminan hutang yang dipakai selama perkawinan. Jika jaminan yang dipakai dalam berhutang adalah jaminan yang berasal dari Harta Bersama maka kepemilikannya adalah milik bersama sehingga harus dibagi secara adil. Tetapi jika jaminan berupa harta bawaan maka akan kembali kepada pihak yang berhak memilikinya.

Kesimpulan

Secara umum, untuk melihat posisi hutang bersama dalam suatu perkawinan maka melihat pula pada ketentuan mengenai harta bersama. Bahkan, jika kedua belah pihak sudah sepakat dari awal bahwa harta yang dimaksud merupakan tanggung jawab bersama maka untuk membayarnya diambil dari harta bersama.

Kecuali jika ada kondisi lain dimana pengadilan dalam pertimbangan tertentu memberikan beban yang lebih besar kepada salah satu pihak. Hal ini bisa terjadi misalkan pada kasus perceraian yang terjadi karena penganiayaan atau kekerasan.

Baca Juga: Dasar Hukum Tentang Harta Bersama dan Harta Bawaan