Hak-Hak Pasca Cerai Talak yang Wajib Diterima Istri

“Walaupun sudah bercerai melalui talak, mantan suami masih memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan mantan istrinya.”

Ada berbagai alasan yang dipertimbangkan oleh kedua belah pihak sebelum memutuskan untuk bercerai. Hukum Islam dan hukum positif Indonesia pun juga mengatur apa saja alasan yang bisa diterima pengadilan untuk mengabulkan perceraian.

Walau begitu, tidak dipungkiri bahwa syarat dan prosedur perceraian dibuat serumit mungkin. Harapannya, suami istri yang hendak bercerai itu bisa didamaikan, sehingga perceraian tidak perlu terjadi.

Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), perceraian dalam agama Islam diproses pada pengadilan agama berdasarkan tempat tinggal istri. Hal tersebut berlaku pada cerai gugat (gugatan oleh istri) dan cerai talak (permohonan oleh suami).

Apabila terjadi cerai talak, apa saja hak yang melekat pada mantan istri?

Hak Istri Pasca Perceraian

Menurut KHI, suami yang melayangkan talak wajib untuk memenuhi hak-hak istri pasca perceraian.

Hak-hak yang dimaksud meliputi (KHI dan situs resmi Pengadilan Agama Jakarta Pusat):

  1. Memberikan mut’ah (kenang-kenangan pasca cerai) yang Iayak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul (belum pernah berhubungan badan).
  2. Memberi nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian) kepada bekas istri selama dalam masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil.
  3. Melunasi mahar yang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul (belum pernah berhubungan badan).
  4. Memberikan biaya hadhanah (pengasuhan anak) untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
  5. Berhak atas nafkah lampau, apabila selama perkawinan suami tidak memberi nafkah.
  6. Perempuan berhak atas harta bersama. Ketentuan pembagian harta bersama antara lain:
    • Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama (Pasal 96 ayat (1) KHI).
    • Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya memiliki utang, maka harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan pengadilan agama (Pasal 96 ayat (2) KHI).
    • Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan (Pasal 97 KHI).
  7. Perempuan berhak untuk mendapatkan hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 tahun.

Mut’ah Berlaku Wajib atau Sunnah?

Berdasarkan ketentuan KHI, mut’ah berarti pemberian atau kenang-kenangan (harta atau benda) oleh suami kepada mantan istrinya. Pemberian ini wajib dilakukan suami dengan memenuhi beberapa syarat antara lain (Pasal 158 KHI):

  1. Belum menetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul (yang belum pernah berhubungan badan).
  2. Perceraian itu atas kehendak suami (melalui prosedur cerai talak).

Namun, jika tidak memenuhi kedua syarat tersebut, maka hukum pemberian mut’ah menjadi sunnah, atau tidak berlaku wajib lagi.

 

Ingin proses perceraian ditangani dengan cepat dan tepat? Dapatkan layanan tersebut di KantorPengacara.co, dengan menghubungi: 08111339245.

Author: Bidari Aufa Sinarizqi