Jerat Hukum bagi Pelakor

Istilah ‘Pelakor’ alias ‘perebut laki orang’ beberapa waktu menjadi istilah yang hangat dibicarakan khalayak ramai. Penyebabnya adalah menyebarnya video seorang perempuan yang disebut-sebut sebagai pelakor sedang ‘disawer’ sejumlah uang oleh perempuan lain yang mengaku sebagai istri sah.

Sebelumnya juga tersebar video istri sah suami yang melabrak suami dan wanita simpanannya sedang asyik berduaan di atas motor hingga sang suami hanya bisa tertunduk malu. Berbagai konten yang menyebarluaskan pemberitaan mengenai pelakor membuat masyarakat geram dan resah akan bahaya Pelakor. Tidak jarang pula yang menanyakan adakah sanksi hukum bagi pelakor dan cara mengantisipasinya.

Pelakor dapat didefinisikan sebagai perempuan yang berperan memancing perbuatan perselingkuhan yang tidak lepas dari peran laki-laki yang ikut berkontribusi menanggapi bujuk rayu pelakor. Atau sebaliknya. Ada juga laki-laki yang membujuk rayu perempuan yang sudah berkeluarga hingga terjadi perselingkuhan. Dapat disimpulkan pelakor berkaitan erat dengan perselingkuhan dengan kontribusi kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan dengan tujuan sekadar berzina atau mengarah kepada pernikahan.

Menanggapi permasalahan ini, dapatkah pelakor dijerat oleh hukum?

Dari segi hukum pelakor dapat dijerat oleh pasal perzinahan dan kejahatan perkawinan.

Pelaku perzinahan di Indonesia terancam sanksi penjara paling lama sembilan bulan. Ancaman ini berlaku bagi pria/perempuan yang telah kawin mengajak perempuan/laki-laki lain untuk berzina. Selain itu, ancaman penjara itu juga berlaku bagi perempuan/laki-laki lain yang diajak berzina. Ini diatur di dalam Pasal 284 KUHP. Sebagai contoh pada Putusan No. 1558 K/Pid/2012, seorang perempuan harus dihukum selama 4 bulan penjara karena telah melakukan persetubuhan dengan suami orang lain. Dengan demikian, pasal perzinahan ini dapat juga menjerat pelakor.

Di sisi lain, bagi pelakor dan pasangannya yang perbuatannya mengarah kepada perkawinan, juga dapat terancam sanksi maksimal lima tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 279 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut pada intinya menghukum orang yang melakukan pernikahan padahal diketahui bahwa terdapat pernikahan yang sah sebelum itu. Seperti yang pernah terjadi di Poso melalui Putusan No. 312/Pid.B/2013/PN.PSO. seorang perempuan berusia 20 tahun dipidana selama 3 bulan penjara karena menikah dengan laki-laki, padahal sudah diketahui bahwa laki-laki tersebut telah memiliki Istri dan anak.

Anda memiliki permasalahan hukum keluarga? Kami siap membantu Anda. Silakan hubungi Kantorpengacara.co di (+62) 812-9797-0522 atau email ke: [email protected]

Author :
Siti Farhani Djamal