Kepemilikan Aset Bagi WNI Dalam Perkawinan Campuran

Kepemilikan Aset Bagi WNI Dalam Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran didefinisikan sebagai perkawinan antara dua orang  di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Tata cara perkawinan campuran sendiri sebenarnya sama dengan ketentuan yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974 ketika perkawinan tersebut dilaksanakan di Indonesia. Lain halnya jika perkawinan dilaksanakan di luar Indonesia maka merujuk Pasal 56 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 maka suami istri tersebut harus mendaftarkan perkawinan ke kantor pencatat perkawinan. Untuk yang beragama Islam maka didaftarkan ke KUA dan jika beragama selain Islam maka didaftarkan ke kantor catatan sipil sesuai domisili.

Lalu bagaimana dengan kepemilikan aset bagi WNI yang melakukan perkawinan campuran?

 WNI yang tidak melepaskan kewarganegaraannya setelah menikah, maka mengenai aset dan properti yang dimiliki tersebut tidak menjadi masalah dan masuk dalam kategori harta bawaan. Lain halnya jika WNI tersebut kemudian melepaskan kewarganegaraannya dan ikut menjadi warga negara pasangnya.

Dalam kasus tersebut, WNI harus melepaskan beberapa properti yang dimilikinya hal tersebut selaras dengan yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 UUPA yang menyatakan bahwa

Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung

 

Dalam hal ini, WNA (Warga Negara Asing) tidak dimungkinkan mendapatkan hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna usah (HGB). Hak yang diberikan WNA adalah hak pakai dan hak sewa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 42 UUPA dan Pasal 45 UUPA. 

 

Sedangkan mengenai status kepemilikan benda tidak bergerak yang diperoleh dari hasil perkawinan campuran merujuk pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Artinya bahwa harta tidak bergerak yang diperoleh selama perkawinan campuran merupakan harta WNA dan WNI sehingga karena WNA tidak memiliki hak atas benda bergerak berupa HGU, HGB dan Hak Milik sebagai harta bersama tersebut. Sehingga agar WNI dapat tetap menguasai harta bersama tersebut antara WNI dan WNA harus jelas mengatur mengenai pemisahan harta dalam perjanjian perkawinan.  

 

Perlindungan Hukum terhadap Hak Guna Usaha atas Aset yang dimiliki WNI Selaku pelaku Perkawinan Campuran

Agar WNI tersebut tetap dapat memiliki hak atas harta bersama dalam perkawinan campuran maka diharuskan adanya pemisahan hak atas tanah terkait dari harta bersama. Pemisahan harta dapat dilakukan dengan membuat perjanjian perkawinan, sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki oleh suami atau istri tetap berada pada penguasaan masing-masing.

 

VWS