Mengenal Hukum Waris Perdata di Indonesia

“Ada dua tata cara yang dapat ditempuh untuk membagi warisan kepada ahli waris.”

Warisan memang sering menjadi permasalahan dalam lingkup terkecil kehidupan sosial masyarakat, yaitu keluarga.

Permasalahan yang timbul akibat waris biasanya didasari atas sifat egois dengan perebutan harta kekayaan, penolakan harta kekayaan, dan besar pembagian warisan yang dirasa tidak seimbang.

Waris dan perkawinan adalah sesuatu yang erat berkaitan satu sama lain. Perkawinan menimbulkan akibat hukum termasuk harta benda yang dimiliki kedua belah pihak (suami dan istri) untuk memberikan hak bagi pewarisnya.

Lantas, apa saja yang perlu diketahui terkait hukum waris secara umum?

Pengertian Waris

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Tidak mengatur secara khusus mengenai waris, tetapi menyebutkan tentang kapan timbulnya pewarisan yang diatur dalam Pasal 830 KUH Perdata:

“Pewarisan hanya terjadi karena kematian.”

Menurut R. Wirjono Prodjodikoro

Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

Menurut J.G Klassen dan J.E Eggens

Warisan adalah pengganti tempat orang yang meninggal dalam hubungan-hubungan hukum kekayaan.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik bahwa waris adalah hubungan kekayaan akibat meninggalnya seseorang yang menimbulkan hak dan kewajiban beralih kepada orang lain yang masih hidup atas harta tersebut.

Hak dan kewajiban yang dimaksud meliputi:

  1. Kekuasaan seluruh kekayaan (misalnya rumah, piutang, tanah); dan
  2. Kewajiban untuk membayar utang pewaris serta hak dan kewajiban lain yang melekat kepada pribadi seseorang yang meninggal (asuransi).

Syarat Terjadinya Warisan

Merujuk dari Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia oleh H. Zainuddin Ali, ada tiga syarat terjadinya warisan, yaitu antara lain:

  1. Adanya orang yang meninggal dunia (sebagai pewaris);
  2. Adanya orang yang masih hidup (sebagai ahli waris) yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia; dan
  3. Adanya sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris (sebagai harta warisan).

Cara Mendapatkan Warisan

Menyadur dari Maman Suparman dalam Hukum Waris Perdata, KUH Perdata membagi sistem pewarisan yang dapat dilalui dengan dua cara berikut:

1. Ahli waris yang diatur menurut ketentuan undang-undang (ab intestato atau wettelijk erfrecht)

Merupakan ahli waris yang memperoleh bagian warisan karena hubungan kekeluargaan berdasarkan pada keturunan. Dengan kata lain, keluarga sedarah.

Hal ini juga bisa terjadi jika pewaris sewaktu hidup tidak menentukan sendiri tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya.

2. Ahli waris yang ditunjuk dalam surat wasiat (testamentair erfrecht)

Pewarisan dengan cara wasiat, yaitu dengan menunjuk ahli waris yang dikehendaki  sebagai pewarisnya. Namun, pewaris harus menyertakan alasan terhadap harta warisan tersebut.

Pasal 875 KUH Perdata menyebutkan bahwa surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya dan akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali.

Ingin proses warisan ditangani dengan cepat dan tepat? Dapatkan layanan tersebut di KantorPengacara.co, dengan menghubungi: 08111339245.

Author: Cucut Fatma Mutia Lubis

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi