Mengenal Li’an, Tuduhan Suami pada Istri yang Berzina

“Sumpah laknat dari suami terhadap istrinya yang dituduh berzina menyebabkan putusnya perkawinan antar keduanya.”

Seiring berjalannya waktu, rintangan dalam rumah tangga sering kali dilanda naik turun persoalan yang dapat menyebabkan renggangnya keharmonisan.

Persoalan pelik dalam hubungan rumah tangga salah satunya adalah perselingkuhan yang identik dengan perzinaan. Umumnya, alasan perzinaan dikarenakan salah satu pihak merasa menemukan kebahagiaan lain dari diri orang baru.

Dalam hukum perkawinan, salah satu alasan untuk mengajukan perceraian adalah karena salah satu pihak melakukan perselingkuhan (perzinaan). Tindakan perzinaan dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi menyebabkan keraguan suami terhadap anak yang diyakini bukan darah dagingnya.

Apabila suami tidak menemukan atau tidak memiliki bukti bahwa istri melakukan zina dan menyangkal bahwa anak yang dilahirkan bukan keturunannya, apakah sah di depan acara peradilan?

Keadaan suami menuduh istri melakukan perzinaan ini dikenal juga dengan istilah li’an. Selebihnya, simak penjelasan lebih lanjut pada artikel berikut.

Pengertian Li’an

Selain talak dan gugat, li’an adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan putusnya hubungan perkawinan di Pengadilan Agama.

Li’an adalah tindakan suami menuduh istri telah melakukan perzinaan dan/atau mengingkari bahwa anak yang dilahirkan istrinya bukan merupakan keturunannya. Sedangkan, istri melakukan penolakan terhadap tuduhan tersebut (Pasal 126 Kompilasi Hukum Islam).

Seseorang yang melakukan tuduhan zina merupakan perbuatan yang tidak bisa dianggap remeh, karena zina merupakan perbuatan yang begitu tercela.

Namun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU No. 1/1974) tidak menjelaskan mengenai li’an atau perilaku yang sama dengan li’an, tetapi mengatur mengenai penyangkalan anak.

Pasal 44 ayat (1) UU No. 1/1974 mengatur, seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya apabila ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari pada perzinaan tersebut

Selain itu, li’an juga diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU No. 7/1989), dengan ketentuan:

  1. Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut, dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah.
  2. Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama.

Selanjutnya, Pasal 88 UU No. 7/1989 juga menjelaskan terkait penyelesaian li’an bagi kedua belah pihak, yang meliputi:

  1. Apabila sumpah dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan cara lain.
  2. Apabila sumpah dilakukan oleh istri, maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang berlaku.

Syarat Li’an

Merujuk dari Buku II: Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Agama yang ditulis Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, syarat li’an di antaranya: 

  1. Syarat Formil
    • Tuduhan istri berbuat zina tercantum atau dibuat secara kronologis dalam surat gugatan atau permohonan.
    • Istri menyanggah tuduhan suami bahwa dirinya telah berbuat zina dengan laki-laki lain.
    • Sumpah li’an dilaksanakan atas perintah hakim yang memeriksa perkara tersebut.
  1. Syarat Materiil
    • Suami tidak dapat melengkapi bukti-bukti atas tuduhan zina terhadap istrinya.
    • Sumpah suami diucapkan dalam sidang majelis hakim (pengadilan) yang dihadiri oleh istri pemohon.
    • Sumpah suami dibalas pula dengan sumpah istri yang disampaikan dalam sidang pengadilan pula.
    • Sumpah mula’anah (saling melaknat) menurut teks sumpah yang sudah ditentukan.

Tata Cara Li’an

Pelaksanaan li’an telah diatur dalam hukum acara peradilan agama dan dapat dilakukan di Pengadilan Agama seluruh Indonesia.

Tata cara li’an meliputi (Pasal 127 KHI):

  1. Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata, “Laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta”.
  2. Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata-kata, “Tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata, “Murka Allah atas dirinya tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”.
  3. Tata cara pada huruf a dan huruf b (dalam artikel ini ditulis nomor 1 dan nomor 2) tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
  4. Apabila tata cara nomor 1 tidak diikuti dengan tata cara nomor 2, maka dianggap tidak terjadi li’an.
  5. Li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang pengadilan agama.

Ingin proses perceraian ditangani dengan cepat dan tepat? Dapatkan layanan tersebut di KantorPengacara.co, dengan menghubungi: 08111339245.

Author: Cucut Fatma Mutia Lubis

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi