Mengenal Masa Iddah bagi Perempuan

“Masa iddah merupakan kewajiban yang harus dijalani istri pasca perceraian.”

Putusnya perkawinan memberikan berbagai dampak atau akibat hukum. Salah satunya adalah timbulnya kewajiban istri untuk menjalani masa iddah.

Menurut Dudung Abdul Razak dan Widia Sulastri dalam buku Putusnya Perkawinan dan Akibat Hukumnya dalam Bingkai Hukum Islam, iddah berasal dari bahasa Arab yang bisa diartikan sebagai “menghitung” atau “berhitung”.

Sementara itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 1/1974), istilah masa iddah dikenal dengan sebutan “waktu tunggu” istri 

Merujuk Kompilasi Hukum Islam (KHI), dapat dipahami bahwa iddah adalah masa menunggu bagi perempuan (istri) untuk tidak menerima pinangan dan tidak menikah pasca terjadinya perceraian.

Masa iddah atau waktu tunggu memiliki tenggang waktu yang berbeda-beda. Lantas bagaimana ketentuan masa iddah?

Batas Waktu Masa Iddah

Baik cerai hidup maupun cerai mati, istri wajib melalui masa iddah atau waktu tunggu sesuai batas waktu yang telah ditentukan.

Tenggat untuk masa iddah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu meliputi:

  1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
  2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 hari.
  3. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
  4. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Sementara itu, perhitungan untuk batas waktu masa iddah ditentukan dalam PP No. 9/1975 dan KHI, antara lain:

  1. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
  2. Bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.
  3. Waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddah-nya tiga kali waktu haid.
  4. Jika istri pernah haid tapi saat masa iddah tidak haid bukan karena menyusui, maka iddah-nya selama satu tahun. Namun, bila dalam waktu satu tahun tersebut ia haid kembali, maka iddah-nya menjadi tiga kali waktu suci.
  5. Apabila istri bertalak raj’i kemudian dalam masa iddah masih haid dan/atau tidak haid, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya berubah menjadi 4 bulan 10 hari terhitung saat matinya bekas suaminya.
  6. Jika istri bertalak raj’i pernah haid, tapi pada saat masa iddah tidak haid bukan karena menyusui, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya berubah menjadi 4 bulan 10 hari terhitung saat matinya bekas suaminya.

Apakah Istri Masih Diberikan Nafkah oleh Mantan Suaminya saat Melaksanakan Masa Iddah?

Berdasarkan ketentuan KHI, istri tetap berhak menerima nafkah dari suami pada saat menjalani masa iddah.

Namun, hal ini dikecualikan jika istri nusyuz. Nusyuz sendiri merupakan bahasa Arab yang bisa diartikan sebagai durhaka atau pembangkang.

Kemudian merujuk Pasal 84 ayat (1) KHI, istri dapat dikatakan nusyuz apabila tidak mau melaksanakan kewajiban utamanya, yaitu berbakti lahir dan batin kepada suami yang dibenarkan oleh hukum Islam.

Walau begitu, istri tidak dapat dikatakan nusyuz secara sembarangan. Terjadinya nusyuz harus disertai dengan bukti yang sah.

Selain tidak menjalankan kewajiban utamanya, menurut Ahmad Azhar Basyir dalam buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, istri juga dapat dikatakan nusyuz apabila:

  1. Tidak mau taat kepada suami;
  2. Tidak mau tinggal di rumah bersama suami;
  3. Suka menerima tamu orang-orang yang tidak disukai suami;
  4. Suka keluar rumah tanpa izin suami;
  5. Dan sebagainya.

 

Ingin proses perceraian ditangani dengan cepat dan tepat? Dapatkan layanan tersebut di KantorPengacara.co, dengan menghubungi: 08111339245.

Author: Bidari Aufa Sinarizqi