Perceraian Dalam Islam: Definisi, Hukum Hingga Jenis-Jenisnya

Perkawinan atau pernikahan adalah suatu proses sakral, mengingat dua insan terikat secara lahir batin untuk membentuk suatu rumah tangga. Akan tetapi tidak jarang dalam kehidupan rumah tangga yang berawal penuh kasih sayang berujung pudar karena berbagai masalah yang melanda. Keadaan di mana suatu ikatan perkawinan putus disebut perceraian. Lalu, bagaimana pengaturan perceraian dalam islam ? Nah, simak penjelasan berikut.

Apa Itu Perceraian?

Perceraian dalam bahasa Indonesia memiliki arti sama dengan talak yaitu melepaskan atau meninggalkan. Jadi, perceraian bisa diartikan sebagai suatu peristiwa yang secara sadar dan sengaja dilakukan oleh pasangan untuk mengakhiri hubungan perkawinan mereka.

Perceraian sebagai penyebab putusnya perkawinan diatur oleh hukum, apalagi mengenai alasan-alasannya. Alasan-alasan putus perkawinan di atur dala Pasal 109 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), antara lain:

  1. Zina;
  2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat;
  3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.
  4. Melukai berat atau menganiaya, baik dilakukan suami atau istri.

Jenis-jenis Perceraian Dalam Perspektif Hukum Islam

Perceraian dalam islam dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan siapa yang menyatakan cerai, yakni

  1. cerai talak
  2. cerai gugat

Talak di sini menjadi hak suami sementara cerai gugat menjadi milik istri. Untuk gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya ke Pengadilan Agama sesuai domisilinya, kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin. Demikian pula dengan cerai talak. Sehingga, terlepas itu cerai gugat atau cerai talak, permohonan diajukan ke pengadilan sesuai domisili istri.

Hukum Perceraian Dalam Islam

Kendati tidak dilarang, Allah membenci sebuah perceraian. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sangat sakral dan bilamana ditemui suatu permasalahan, pasangan terkait diharapkan dapat menyelesaikan baik-baik. Tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan kekal, yang mana harus dipupuk dari toleransi dan rasa melengkapi satu sama lain agar tercipta rumah tangga yang harmonis.

Tidak sepatutnya pertengkaran yang bisa dibicarakan merusak hubungan sakral ini, apalagi jika masalahnya sangat sepele. Walau perceraian diakui sebagai jalan keluar dari kemelut rumah tangga, perceraian menjadi hal yang sangat dibenci oleh Allah.

Hal in selaras dengan Sabda Nabi oleh Abu Daud. Dari hadis tersebut, diketahui bahwa talak sangatlah dibenci oleh Allah, jika tidak dilakukan atas alasan yang tidak dibenarkan oleh agama. Akan tetapi tidak jarang para pasangan dengan mudah mendapati emosinya tersulut, sehingga mengancam keutuhan hubungan. Tidak jarang pula perceraian menjadi hasil dari pertengkaran ini. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum Perceraian dalam islam sangat dibenci oleh Allah

Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Perceraian

Perceraian sebagai perbuatan hukum pastinya akan menimbulkan suatu konsekuensi terhadap beberapa aspek, yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yakni harta benda dan kedudukan anak. 

Baca Juga: Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak-Anak

Lebih jelas mengenai dampak dari perceraian, terutama pada aspek kedudukan anak, diatur dalam Pasal 156 KHI, antara lain:

  1. Anak yang belum mumayyiz akan dipelihara ibu, terkecuali ibunya telah meninggal dunia, maka akan diganti oleh:
  2.     Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
  3.     Ayah;
  4.     Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
  5.     Saudara perempuan dari anak bersangkutan.
  6. Anak yang sudah mumayyiz boleh memilih untuk mengikuti ayah atau ibunya.
  7. Apabila wali yang mendapatkan hak asuh tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, maka hak asuhnya bisa dicabut berdasarkan permintaan kerabat yang bersangkutan.
  8. Semua biaya hak asuh dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri.
  9. Pengadilan Agama menangani perkara terkait hak asuh dan nafkah anak.
  10. Pengadilan juga memiliki kewenangan untuk menentukan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak.

Harta Bersama Saat Perceraian

Setelah akad perkawinan, harta yang diperoleh dalam perkawinan itu nanti akan memperoleh status sebagai harta bersama atau harta gono-gini. KUH Perdata memberikan pengertian di Pasal 119, bahwa harta bersama adalah yaitu sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka terjadi harta bersama secara menyeluruh antara suami dan istri, sejauh tidak ada ketentuan dalam perjanjian kawin. Sementara KHI mengatur pada Pasal 1 huruf e, bahwa harta kekayaan dalam perkawinan (syirkah) adalah harta yang diperoleh baik sendiri atau bersama-sama selama dalam ikatan perkawinan. Terdaftar atas nama siapa, pasal tersebut tidak terlalu memperkarakan.

Jadi, dari penjelasan pengaturan di atas bisa disimpulkan bahwa harta perkawinan adalah harta yang diperoleh saat perkawinan. Sehingga harta hadiah atau warisan tergolong sebagai harta pribadi dari pihak-pihak terkait.

Diperlukan suatu unsur pembeda antara dua jenis harta. Nantinya pembedaan tersebut bertujuan untuk menetapkan porsi masing-masign suami atau istri atas harta tersebut di dalam pewarisan, spesifiknya harta-harta yang dikategorikan sebagai peninggalan.

Bentuk harta bersama dalam perkawinan bisa berupa benda bergerak, tidak bergerak, dan surat-surat berharga. Adapun benda yang tidak berwujud, misal berupa hak dan kewajiban dari masing-masing pihak suami dan istri. Terlepas dari bentuk bendanya, mereka dapat dijadikan jaminan atas persetujuan pihak lain, karena melihat Pasal 98 dan Pasal 90 KHI, suami dan istri memiliki tanggung jawab untuk menjaga harta bersama.

Mengenai harta bersama, kita perlu mengangkat beberapa pertanyaan akan konsekuensi yang timbul bila perkawinan putus, baik itu karena perceraian, kematian, atau alasan lainnya. Bagaimana nasib harta bersama? Siapa saja yang berhak menerima? Bagaimana dasar pembagian harta waris?

Pasal 96 ayat 1 KHI mengatur pembagian harta bersama sebagai berikut: “Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasngan yang hidup lebih lama.”

Kita dapat mengetahui bahwa pembagian bersama adalah 50%. Namun mengingat betapa lenturnya realitas, terkadang terdapat kasus di mana ada pihak yang tidak terlalu atau sama sekali berpartisipasi. Sehingga para praktisi hukum harus berhati-hati agar bisa memenuhi rasa keadilan.

Dalam kasus sedemikian rupa, pembagian harta bersama biasanya tidak selalu 50% dan biasanya dimusyawarahkan terlebih dahulu.

Hak Asuh Anak Menurut KUH Perdata dan KHI

Keberadaan seorang anak dalam perkawinan menjadi salah satu dari banyak aspek yang diperkarakan juga dalam hukum. Bahkan, saat perceraian pun, anak, apalagi perihal hak asuh, menjadi bahan hangat untuk diperdebatkan.

Pasal 229 KUH Perdata mengatur bahwa pengadilan yang menentukan wali bagi anak di bawah umur. Adapun Pasal 105 KHI yang mengatur bahwa anak yang belum berusia 12 tahun menjadi hak ibunya. Beda hal jika sang anak sudah melewati usia 12 tahun, mereka diberikan kebebasan memilih siapa yang akan mendapatkan hak asuh.

Tujuan hak asuh diberikan kepada ibu karena ibu dianggap lebih bisa atau telaten dalam mengasuh anak. Namun, ini tidak menutup kemungkinan untuk ayah menerima hak asuh, apabila ibu dianggap tidak cakap untuk mendidik anaknya.

Alasan-alasan ibu bisa kehilangan hak asuhnya adalah semisal ibu adalah seorang mabuk, kecanduan judi, atau menderita kebiasaan buruk lainnya sehingga memberikan pengaruh buruk. Pada hakikatnya penjatuhan hak asuh ini dilakukan demi tumbuh kembang sang anak. Maka dari itu, siapa pun yang memegang hak asuh diharapkan dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak-anak. ini juga menjadi salah satu pengangan kenapa perceraian dalam islam adalah sesuatu yanga sangat dibenci oleh Allah.

Cara Menghindari Terjadinya Perceraian

Pasti sangat sulit untuk memutuskan bercerai dengan pasangan yang pernah dicintai sepenuh hati. Berikut adalah cara-cara untuk menghindari perceraian!

  1. Ketulusan dan toleransi

Mencintai bukanlah sejenis permainan petak-umpet, justru permainan saling mencari. Tidak ada manusia yang diciptakan sempurna. Sewajarnya kita merasa terganggu karena kekurangan pasangan kita, akan tetapi jika kalian benar-benar mencintai mereka dan ingin memperjuangkan hubungan kalian, menerima kekurangannya adalah salah satu jalan untuk mempertahankan rumah tangga.

Menikahi seseorang adalah sesuatu yang bisa dilakukan banyak orang. Namun, nilai yang paling terpenting adalah mempertahankannya.

  1. Luangkan waktu bersama

Menghabiskan waktu bersama memberikan ruang untuk kenangan dan pembicaraan baru. Tidak hanya soal bersama, akan tetapi ini dapat memperkuat hubungan kalian. Di saat bersama ada banyak aktivitas yang bisa kalian lakukan, misal mempelajari kesenangan atau ketidaksukaan, bahkan mengunjungi lokasi kencan pertama kalian pun juga sangat memungkinkan.

  1. Komunikasi

Di sini komunikasi meliputi banyak hal, seperti mengutarakan kesalahpahaman dan mengutarakan keluh kesah bila memang ada. Jangan bergumul dengan asumsi pribadi, karena kerap mereka menyesatkan dan menjadi akar setiap pertengkaran. Cobalah pahami pasangan kalian. Bertukarlah pikiran dan pandangan. Kenali pasangan kalian karena manusia adalah makhluk yang dinamis.

Biaya Perceraian

Dalam perkara perceraian, para pihak sudah harus siap menanggung biaya yang akan dikeluarkan. Tentu biaya akan dibebankan kepada Penggugat; untuk suami jika ia yang hendak menceraikan istrinya, dan sebaliknya.

Biaya perceraian dikenal dengan istilah panjar biaya perkara. Besaran angkanya dapat ditelusuri kembali sesuai lokasi pengadilan. Beberapa aspek yang menjadi perhitungan, antara lain:

  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
  2. Alat tulis kantor atau biaya proses;
  3. Biaya panggilan Pemohon sebanyak 3 kali;
  4. Biaya panggilan Termohon sebanyak 4 kali;
  5. PNBP relaas panggilan pertama dan termohon;
  6. Biaya relaas pemberitahuan (Pbt.) putusan kepada termohon;
  7. PNBP relaas Pbt. Putusan kepada Termohon;
  8. Biaya redaksi; dan
  9. Materai.

Selain biaya panjar perceraian, para Penggugat juga harus menyiapkan biaya untuk jasa advokat dengan jumlah yang wajar atau success fee. Ada beberapa yang harus dipertimbangkan dalam menghitung biaya advokat, antara lain:

  1. Honorarium advokat;
  2. Biaya transport;
  3. Biaya akomodasi;
  4. Biaya perkara;
  5. Biaya sidang;
  6. Biaya kemenangan perkara.

Punya Masalah Hukum Keluarga Yang Sedang Dihadapi?

Ingin konsultasi lebih jauh dan memilih pengacara Hukum Keluarga silahkan menghubungi  [email protected] atau 0812-9797-0522