Berapa Bagian Warisan Yang Diperoleh Istri Dari Mendiang Suami?

Pengurusan Akta Cerai – Prinsip yang dipakai dalam pembagian waris dalam sistem hukum perdata terdapat dua poin, yaitu:

  • Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. Pasal 830 KUHPerdata menyatakan Jika pemilik harta masih hidup, maka harta yang dimilikinya tidak dapat dialihkan kepada ahli waris melalui pengesahan prosedur.
  • Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. Dalam Pasal 832 KUHPerdata dijelaskan bahwa dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.

Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Ada empat golongan besar yang termasuk dalam kategori tersebut, yaitu:

  1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).
  2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
  3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
  4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Mereka yang ditunjuk sesuai dengan Undang-Undang, antara lain suami/istri, anak, kakek/nenek (sebagaimana termasuk dalam Golongan I hingga Golongan IV. Hak yang didapatkan disebut dengan ab intestato (ahli waris mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan si pewaris). Cara selanjutnya adalah secara testamentair atau surat wasiat (ahli waris ditentukan oleh si pewaris dalam surat wasiat). Surat wasiat tersebut juga perlu disahkan oleh notaris.

Begitu juga dengan status anak yang masih di dalam kandungan. Walaupun belum dilahirkan, status anak yang masih dalam kandungan dapat langsung disahkan langsung sebagai ahli waris. Hak ini sesuai dengan Pasal 2 KUH Perdata.

Jika pengurusan pembagian warisan mengikuti tata cara dalam hukum perdata maka dapat merujuk dalam UU Perkawinan diatur tentang Harta Benda Dalam Perkawinan pada Pasal 35, yang menyatakan:

  1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
  2. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Ini artinya, bahwa:

  1. Selama masa perkawinan Bapak dan Ibu, sekalipun hanya Bapak saja yang bekerja mencari nafkah dan mengumpulkan harta, maka Ibu-pun berhak atas setengahnya dari harta perolehan Bapak tersebut, begitu pula sebaliknya.
  2. Dan jika mau dibagi “WARISAN BAPAK”, maka yang dimaksud dengan WARISAN BAPAK di dalam UU Perkawinan ini, adalah setengah (1/2) dari seluruh harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan Bapak dan Ibu, ditambah:
    • Harta Bawaan Bapak (jika ada). Ini adalah harta yang diperoleh beliau sebelum masa pernikahan dengan Ibu.
    • Juga bisa jadi Bapak memperoleh hadiah dari seseorang, dari keluarganya atau lembaga, maka itu juga bisa dimasukkan ke dalam Harta WARISAN BAPAK.
    • Satu lagi adalah warisan yang diperoleh Bapak dari Pihak keluarganya, maka harta warisan tersebut dimasukkan kedalam kelompok HARTA WARISAN BAPAK, yang akan dibagikan kepada semua ahli warisnya.

Menurut Islam

Diambil dari terjemahan Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 12;

“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetap mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka dari masing-masing kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikian ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.”

Jelas diterangkan dari terjemahan surat di atas, bahwa istri mendapatkan seperdelapan bagiannya jika ia memiliki anak. Jika tidak memiliki anak, maka ia akan mendapatkan seperempat bagian dari harta yang ditinggalkan suaminya. Dengan catatan setelah wasiat yang dibuat dipenuhi dan setelah dibayarkan juga segala utang piutangnya.

Baca Juga: Pembagian Warisan Dari Ayah