Pembagian Warisan Dari Ayah

Pengambilan Putusan Cerai – Undang-Undang yang mengatur tentang Perkawinan dan Waris ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, berlaku juga untuk WNI Timur Asing Tionghoa, yang bukan beragama Islam. Dalam Pasal 852 dinyatakan antara lain bahwa:

  • Ahli waris adalah anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan antara kelahiran lebih dahulu.
  • Mereka mewaris kepala demi kepala jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.
  • Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami yang hidup terlama dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari yang meninggal.

Berdasarkan ketentuan di atas berarti anak-anak keturunan berhak mewarisi dari orang tua atau kakek-nenek dan keluarga sedarah dengan jumlah bagian yang sama. Begitu juga dengan istri, ia memiliki hak dan besaran waris yang sama seperti halnya anak.

Namun secara umum untuk semua WNI, ada hukum positif, yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang juga terkait dengan masalah warisan, karena di dalamnya ada ketentuan mengenai Harta Bersama.

Di dalam UU Perkawinan diatur tentang Harta Benda Dalam Perkawinan pada Pasal 35, yang menyatakan:

  1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
  2. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Ini artinya, bahwa:

  1. Selama masa perkawinan Bapak dan Ibu, sekalipun hanya Bapak saja yang bekerja mencari nafkah dan mengumpulkan harta, maka Ibu-pun berhak atas setengahnya dari harta perolehan Bapak tersebut, begitu pula sebaliknya.
  2. Dan jika mau dibagi “WARISAN BAPAK”, maka yang dimaksud dengan WARISAN BAPAK di dalam UU Perkawinan ini, adalah setengah (1/2) dari seluruh harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan Bapak dan Ibu, ditambah:
    • Harta Bawaan Bapak (jika ada). Ini adalah harta yang diperoleh beliau sebelum masa pernikahan dengan Ibu.
    • Juga bisa jadi Bapak memperoleh hadiah dari seseorang, dari keluarganya atau lembaga, maka itu juga bisa dimasukkan ke dalam Harta WARISAN BAPAK.
    • Satu lagi adalah warisan yang diperoleh Bapak dari Pihak keluarganya, maka harta warisan tersebut dimasukkan kedalam kelompok HARTA WARISAN BAPAK, yang akan dibagikan kepada semua ahli warisnya.

Dan untuk yang beragama Islam, dikhususkan lagi pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam, yang mengatur mengenai Harta Bersama yang menyatakan:

  1. Pasal 85:Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.
  2. Pasal 86:(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan.(2) Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.
  3. Pasal 87:(1) Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.(2) Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.

Dalam pasal-pasal KHI tersebut berarti:

  • Meskipun ada Harta Bersama dalam perkawinan, tetapi bisa saja ada harta yang sifatnya masing-masing, dapat berupa harta bawaan sebelum perkawinan, harta warisan yang diperoleh setelah perkawinan, hadiah yang diterima salah satu pihak ketika sudah dalam perkawinan, atau karena harta yang diperjanjikan dalam Perjanjian Perkawinan.
  • Terhadap harta-harta yang tersebut di atas, tidak ada campur tangan, dan masing-masing pihak dapat mengakuinya sebagai harta pribadinya. Dan dapat menggunakan harta tersebut atau bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri.

Apabila ada ahli waris yang meminta dilakukannya pembagian warisan ayah/bapak, maka yang akan dibagikan adalah harta dari milik pihak ayah/bapak saja terlebih dulu. Harta yang milik pihak ibu dipisahkan. Cara ini memang lebih kompleks. Apabila ibu tidak memiliki uang untuk meng-uang-kan harta ayah/bapak, maka yang dapat dilakukan adalah mengumpulkan semua Harta Bersama kemudian menjualnya dan hasilnya dibagi dua. Harta ibu dipisahkan yang menjadi hak ibu untuk pemanfaatan pribadinya.

Yang perlu diingat adalah sekalipun ibu sudah menerima setengah dari Harta Bersama tersebut, beliau masih berhak atas bagian dalam kedudukannya sebagai istri yaitu sebesar satu per delapan dari warisan ayah/bapak (jika ada anak), sesuai dengan Hukum Islam yang berlaku.

Namun jika pengurusan pembagian warisan ayah/bapak tetap dilakukan tapi hanya sekadar ingin mengetahui siapa saja ahli waris dan bagiannya sementara eksekusinya belum dapat dilaksanakan, hendaknya hal ini dapat dilakukan dengan pertimbangan dan kesepakatan bersama. Misalnya, karena ibu masih menempati rumah karena di dalamnya juga terdapat hak ibu atau harta bagian ibu, apalagi ibunya masih hidup.

Jika mengacu kepada Hukum Islam (yang bukan hukum positif yang sudah berlaku di Indonesia), yang tidak mengenal konsep Harta Bersama, maka jika ayah meninggal dan harta tersebut merupakan harta hasil pencarian ayah selama hidupnya, maka harta tersebut dapat dibagikan. Dengan memastikan terlebih dahulu, dilunasi segala utangnya, juga dibagi dengan hak ibu, misal berupa hadiah dari ayah kepada ibu ketika ia masih hidup atau ada harta ibu yang tercampur di dalamnya, apakah itu hadiah lain atau warisan yang diterima dari pihak ibu.

Baca Juga: Pembagian Warisan Dari Ibu