Bolehkah Bercerai Karena Perintah Orang Tua? Begini Hukumnya

Pengacara Perceraian Jakarta – Dalam agama Islam secara jelas dikatakan, “Perkara halal yang sangat dibenci Allahadalah thalaq/cerai.” Namun dalam setiap bahtera rumah tangga pastilah akan terdapat konflik di dalamnya. Konflik yang ada dalam rumah tangga juga dapat bersifat kompleks, tidak melulu persoalan ekonomi atau perselingkuhan. Tentunya ada adab tersendiri mengenai tata cara mengajukan gugatan perceraian, lalu bolehka bercerai karena perintah orang tua?

Dalam kitab suci Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 227, disebutkan:

“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Ayat yang berkaitan tentang hukum percerain ini berlanjut pada Surat Al-Baqarah ayat 228 sampai dengan ayat 232.

Dijelaskan juga dalam Surat At-Talaq ayat 1-7, tentang aturan dalam rumah tangga, yang mana di dalamnya membahas tentang kewajiban suami terhadap isteri dan aturan masa iddah. Masa iddah yaitu masa tunggu di mana setelah seorang perempuan ditinggal suaminya. Bila seorang perempuan sedang dalam masa iddah, maka perempuan itu tidak dapat serta merta menikah dengan laki-laki lain.

Jenis-jenis perceraian dalam Islam

Berikut adalah jenis-jenis cerai dalam Islam dan pembahasan singkatnya:

  1. Cerai talak oleh suami.Perceraian ini adalah jenis perceraian yang paling umum. Dalam hal ini, suami menceraikan isterinya. Hal ini dapat terjadi karena berbagai sebab. Dengan mengucapkan talak pada isterinya pada saat itu, maka sudah dianggap sebagai perceraian tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Ada beberapa bagian dari talak ini, yaitu sebagai berikut:
    • Talak Raj’i
    • Talak Bain
    • Talak Sunni
    • Talak Bid’i
    • Talak Taklik
  2.  Gugat cerai isteri.Berbeda halnya dengan talak yang dilakukan suami, gugatan cerai yang dilakukan isteri harus menunggu keputusan pengadilan. Berikut beberapa kondisi yang menyertainya:
    • Fasakh.Pengajuan cerai tanpa adanya kompensasi dari isteri ke suami akibat beberapa perkara, antara lain suami tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan berturut-turut, suami meninggalkan isteri selama 4 bulan berturut-turut tanpa kabar, suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah (baik sebagian atau seluruhnya) sebelum terjadinya hubungan suami istri, atau adanya perlakuan buruk dari suami kepada isterinya.
    • Khulu’.Perceraian yang merupakan kesepakatan antara suami dan istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami. Terkait dengan hal ini, penjelasannya terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 229.

Perceraian menurut Undang-Undang

Berdasarkan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta penjelasannya pada PP Nomor 9  Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Pasal 114, Pasal 115, dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, perceraian dapat terjadi atas kehendak suami maupun isteri. Faktor penyebab terjadinya perceraian tentu sangatlah banyak.

Bagaimana Jika Bercerai Karena Perintah Orang Tua?

Secara pandangan agama apabila seorang wanita telah menikah maka suaminya lebih berhak dan wajib kepadanya untuk ditaati dibandingkan dengan kedua orang tuanya selama tidak dalam kemaksiatan. Terdapat beberapa dalil yang sesuai dengan kondisi ini, salah satu di antaranya adalah:

Ummul Mukminin Aisyah Radhiallahu’anha berkata:

“Aku bertanya kepada Nabi ﷺ siapakah orang yang paling besar haknya untuk ditunaikan oleh seorang wanita? Maka Nabi ﷺ menjawab: Suaminya. Kemudian Aisyah Radhiyallahu ‘anha kembali bertanya: lalu Siapakah orang yang paling besar haknya untuk ditunaikan seorang laki-laki? Nabi ﷺ menjawab: Ibunya. (HR.An-Nasa’i)

Hukumnya tidak wajib bagi seorang wanita untuk menaati perintah kedua orang tuanya, apabila mereka menyuruh anaknya untuk bercerai dengan pasangannya. Namun demikian, keputusan bercerai tetap pada pihak suami atau isteri.

Jika dalam hal nafkah misalnya seorang suami tidak memberikan nafkah kepada isteri dan anaknya karena belum memiliki pekerjaan, mertua tidak diperbolehkan untuk menuntut ganti rugi kepada suami dari anaknya. Karena dalam menjalani rumah tangga yang paling berhak menuntut suami/kepala keluarga adalah isteri dan anaknya. Apabila seorang suami tidak memberikan nafkah dengan benar kepada keluarganya yang menhakibatkan keluarganya terlantar, maka dapat dituntut berdasarkan Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Pasal 9

  1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
  2. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:

  1. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
  2. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

Butuh Bantuan Hukum Profesiaonal?

Sahabat Kp.co telah mengetahui hukum bercerai karena perintah orang tua. Jika Anda memiliki masalah atau butuh konsultasi seperti perkara perdata, ekonomi syariah dan hukum keluarga, Anda dapat mempercayakan kepada kami dengan pengacara profesional spesialisai hukum keluarga kami memastikan proses berjalan cepat, dan resmi demi kepentingan Anda. Jangan biarkan masalah hukum menyulitkan hidup anda! Kantorpengacara.co kami siap membantu jadi Anda tidak perlu ragu untuk menghubungi kami sekarang.

Baca Juga:Perceraian Dalam Islam: Definisi, Hukum Hingga Jenis-Jenisnya