Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Ini Prosedurnya

Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Ini Prosedurnya

“Perceraian yang diajukan oleh istri disebut dengan cerai gugat.”

Fenomena perceraian di kalangan aktris dan aktor membuat kita tidak asing mendengar tentang Pengadilan Agama di wilayah provinsi DKI Jakarta. Faktanya, Pengadilan Agama bertugas untuk melayani seluruh masyarakat dalam menangani dan menyelesaikan perkara perdata dengan syariat Islam.

Maraknya perceraian para public figure tersebut sesuai dengan data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir melalui Kompas.com, bahwa jumlah perceraian agama Islam di DKI Jakarta tahun 2021 ditunjukkan sebanyak 16.017 kasus. Dalam hal ini, cerai gugat mendominasi dengan jumlah 12.058 kasus.

Pengertian cerai gugat secara sederhana bisa dipahami sebagai perceraian yang diajukan oleh istri.

Kemudian melansir dari detik.com (22/12/2021), perceraian aktris dan aktor kerap diperkarakan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 

Selain itu, berdasarkan data BPS, Jakarta Selatan memiliki 2.438 kasus perceraian yang mayoritas faktor penyebabnya adalah perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus.

Lantas, bagaimana prosedur pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Tata Cara Pengajuan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

  1. Menentukan Wilayah untuk Mengajukan Gugatan Cerai
    Bukan hal yang sulit untuk menentukan pengadilan mana yang dapat menangani gugatan cerai.Dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI), istri diberi kemudahan karena diperbolehkan untuk mengajukan gugat cerai di wilayah pengadilan agama yang dekat dengan tempat tinggalnya saat itu.Maka bisa dibilang di mana domisili penggugat, maka di situlah wilayah Pengadilan Agama yang dapat diajukan gugatan perceraian. Pastikan bahwa domisili istri saat itu ada di Jakarta Selatan, sehingga bisa mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
  2. Mengajukan Gugatan
    Bentuk dari gugatan bisa berupa tertulis atau lisan yang ditujukan pada kepaniteraan Pengadilan Agama. Mengutip dari buku berjudul Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam dalam Risalah Qadha Umar bin Khattab oleh Aah Tsamrotul Fuadah (2019), gugatan tertulis secara garis besar harus memuat aspek-aspek berikut:

    1. Identitas para pihak, yang terdiri dari:
      • Nama
      • Umur
      • Pekerjaan
      • Agama
      • Tempat kediaman penggugat dan tergugat
    2. Posita (duduk perkara), yaitu penjelasan tentang kejadian dan berkaitan dengan hukum yang dijadikan dasar atau alasan menggugat. Umumnya, posita harus memuat hal-hal berikut:
      • Objek perkara
      • Fakta-fakta hukum
      • Kualifikasi perbuatan tergugat
      • Uraian kerugian yang diderita oleh penggugat, baik secara materiil maupun moral
      • Pastikan bahwa posita harus berkaitan secara jelas dengan petitum
    3. Petitum, yaitu hal-hal yang dituntut oleh penggugat atau pemohon berdasarkan posita agar dikabulkan oleh hakim dalam persidangan. Ada tiga bagian petitum, antara lain:
      • Tuntutan primer atau tuntutan pokok
      • Tuntutan tambahan
      • Tuntutan subsider atau tuntutan pengganti
  3. Membayar Biaya Perkara
    Sementara itu, biaya perkara dibebankan kepada penggugat atau pemohon. Hal ini merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama beserta perubahannya.Biaya perkara yang harus dibayar meliputi (Pasal 90 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama):

    1. Biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara tersebut
    2. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut
    3. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut
    4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut

Mengenai detail berapa jumlah detail biaya perkara, diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung, dalam hal ini masing-masing kepaniteraan di Pengadilan Agama.

  1. Penggugat dan Tergugat atau Kuasanya Hadir di Tiap Persidangan
    Jika ingin proses pengajuan perceraian berjalan mudah, maka dapat dilakukan melalui pengacara untuk mendapat bantuan hukum.

Baca Juga : Alasan Cerai dalam Islam di Jakarta yang Wajib Diketahui

Bagaimana Jika Suami Tidak Pernah Menghadiri Persidangan?

Jika tergugat atau kuasa hukumnya telah dipanggil secara resmi dan patut, maka gugatan itu diterima dengan tak hadir (verstek).

Bisa dibilang bahwa verstek merupakan perkara cerai gugat tanpa hadirnya tergugat atau kuasa hukumnya. Verstek diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 125 HIR/149 RBg.

Menurut Aah Tsamrotul Fuadah (2019) dalam Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam dalam Risalah Qadha Umar bin Khattab, syarat agar putusan verstek yang mengabulkan gugatan terpenuhi di antaranya:

  1. Tergugat tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan
  2. Tergugat tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap dan tidak ternyata pula bahwa ketidakhadirannya itu karena suatu alasan yang sah
  3. Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut
  4. Petitum tidak melawan hak tergugat
  5. Petitum juga beralasan

Ingin proses perceraian tanpa pengajuan yang memakan waktu? Untuk layanan cepat dan tepat dalam membantu perkara perceraian, silakan hubungi KantorPengacara.co di: 08111339245.

Author: Cucut Fatma Mutia Lubis
Editor: Bidari Aufa Sinarizqi