Hamil Saat Menikah, Bagaimana Status Anak di Dalam Kandungannya?

Pengurusan Akta Cerai – Masih banyak yang salah kaprah mengenai status seorang anak hasil dari hamil di luar nikah saat dilahirkan setelah ibunya resmi menikah. Misalkan seorang wanita yang hamil akibat seks pra nikah, memutuskan menikah. Saat menikah dia sedang hamil dan beberapa bulan kemudian setelah penikahan dia melahirkan. Dalam kasus semacam ini, bagaimana status hukum atas anaknya?

Meskipun telah ada hukum yang mengatur, banyak masyarakat yang masih melihat bahwa anak tersebut sebagai anak tidak sah atau anak haram. Stereotype semacam ini lahir baik karena pemahaman yang kurang juga karena sosial budaya masyarakat yang melihat bahwa jika anak itu ‘dibuat’ sebelum pernikahan orang tuanya maka dia anak haram.

Untuk melihat lebih jelas mengenai status anak dalam kasus semacam ini, maka ada beberapa poin yang perlu dibahas.

Pertama, tentang perkawinan antara wanita hamil dengan seorang pria. Ada dua kenyataan mengenai wanita yang hamil sebelum menikah yakni dia menikah dengan pria yang menghamilinya atau dia menikah dengan pria yang bukan orang yang menghamilinya. Dua kenyataan mendapatkan perlakuan yang berbeda khususnya dalam pandangan Islam, namun kedua kondisi tersebut tetap bisa dinikahkan tanpa melanggar hukum. Selama pernikahan dilaakukan berdasarkan hukum, maka sah. perkawinan yang sah menurut UU Perkawinan adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama, dan agar perkawinan tersebut diakui Negara, maka perkawinan tersebut harus dicatatkan.

Tidak sedikit kasus dimana seorang wanita yang hamil telah menikah ‘diam-diam’ dengan pasangannya tanpa memberitahu keluarga dan kerabat mengenai anak dalam kandungan. Setelah menikah, barulah diketahui kenyataan tersebut sehingga saat anak lahir, keluarga memutuskan untuk menikahkan kembali mereka dengan tujuan agar anak tersebut sah menurut hukum. Dalam hal, salah kaprah mengenai perkawinan terjadi. Perkawinan tidak dibuat untuk mengesahkan status anak dalam kandungan melainkan untuk menyatukan pria dan wanita ke dalam sebuah rumah tangga.

Kedua, status anak. Wanita yang sedang hamil lalu menikah kemudian melahirkan setelah menikah, anak yang lahir dari rahimnya itu adalah anak yang sah menurut hukum. Kesalahan masyarakat kita adalah melihat kehamilan yang terjadi di luar pernikahan untuk menetapkan status anak yang lahir. Padahal, hukum mengatur mengenai anak yang lahir. Jadi, jelas bahwa hukum tidak pernah mengatur mengenai status anak di dalam kandungan. Selama anak itu dilahirkan di dalam perkawinan maka dia adalah anak yang sah. Pasal 42 UU Perkawinan, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Dalam Islam, status anak tersebut bisa dilihat dalam KHI. Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Ditegaskan lagi dalam Pasal 99 KHI, anak tersebut adalah anak yang sah, yakni:

  1. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
  2. hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.

Jadi, untuk melihat status anak dari wanita yang hamil ‘duluan’ adalah dengan melihat apakah dalam kandungan dilahirkan setelah menikah atau sebelum menikah. Jika anak tersebut dilahirkan setelah pernikahan, berapa pun jangka waktu dari habis menikah dengan kelahiran, anak tersebut tetap anak yang sah.

Baca Juga: Anak Hamil, Apakah Wajib Dinikahkan?