Jika Suami Sakit Berat Apakah Istri Boleh Minta Cerai?

Pengambilan Putusan Cerai – Perkawinan adalah kesepakatan antara pria dan wanita untuk hidup dalam rumah tangga yang sama dan disahkan secara agama dan hukum. Pasal 1 Undang-Undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. lalu istri boleh minta cerai saat suami sakit berat? apakah boleh atau tidak? Yuk kupas tuntas artikel ini.

Tujuan dari perkawinan berdasarkan UU Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.

Dari definisi dan tujuan perkawinan di atas, maka kondisi sakit berat dari seorang suami dalam perkawinan bisa menyebabkan istri menggugat cerai. Namun, sebelum itu harus melihat terlebih dahulu secara umum hal-hal apa saja yang bisa membuat satu pihak menggugat cerai pasangannya dalam sebuah perkawinan.

Alasan Gugat Cerai Menurut Hukum

Perceraian tidak hanya terjadi akibat konflik berkepanjangan antara pasangan suami istri. Dalam hal ini, perceraian biasanya dilihat sebagai upaya terakhir dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam UU Perkawinan diatur pula kondisi mana saja seseorang bisa menggugat cerai pasangannya tanpa melewati konflik sekalipun.

Alsan-alasan yang memperbolehkan suaami atau istri menggugat cerai menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 meliputi:

  1. Salah satu pihak (suami atau istri) melakukan perbuatan zina, atau menjadi penjudi, atau menjadi pemabuk, pemadat, atau hal lainnya yang sukar untuk disembuhkan.
  2. Salah satu pihak (suami atau istri) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak (suami atau istri) mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak (suami atau istri) melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak (suami atau istri) mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  7. Suami melanggar shigat taklik-talak.
  8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Berkaitan dengan judul artikel, Apakah istri boleh minta cerai saat suami sakit keras? alasan menggugat cerai ada pada nomor 5 di atas. Sakit berat yang dimaksud adalah kondisi dimana seorang suami tidak memiliki peluang sembuh serta tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami dalam kurun waktu tertentu. Mengingat bahwa kewajiban suami dalam perkawinan yang memastikan istri dapat hidup dengan nyaman menuju tercapainya tujuan perkawinan. Dalam kondisi sakit yang demikian, seorang istri bisa melihat situasinya sendiri sedang ‘tidak aman’ sehingga dia bisa mengajukan gugatan cerai.

Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan kewajiban seorang suami kepada istri, melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Kondisi sakit berat yang tidak bisa disembuhkan bisa dianggap sebagai hal yang membuat suami tidak mampu menjalankan kewajibannya berdasarkan UU Perkawinan.

Bagaimana Menggugat Cerai Suami yang Sakit Keras

Sekalipun sudah diatur berdasarkan UU, seorang istri tidak serta merta mengambil keputusan. Ada kewajiban moral yang kemudian dipikul oleh istri ketika suaminya sakit berat. Maka dari itu, untuk melakukan gugatan cerai ada baiknya istri berkomunikasi dengan suami terlebih dahulu. Atau, melakukan komunikasi dengan kuasa hukum atau lembaga terkait untuk mendapatkan jawaban terkait masalah yang ada.

Baca Juga:Perceraian Dalam Islam: Definisi, Hukum Hingga Jenis-Jenisnya