Istri Terlalu Galak, Suami Bisa Terpancing untuk KDRT Loh!

Pengurusan Somasi perkawinan – Dalam hubungan perkawinan, Hukum yang mengatur mengenai tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya tentang perlakuan kasar dan kekerasan dari suami ke istri tetapi juga sebaliknya. Artinya, KDRT tidak semata pihak suami sebagai pelaku melainkan istri. Selain itu, KDRT juga menyangkut kekerasan terhadap anak yang sering pula terjadi dari pihak ibu.

Dalam penerapan hukum KDRT, terdapat beberapa peristiwa yang kemudian menjadikan baik suami maupun istri sama-sama terlibat tindakan pidana. Kasus ini seperti kejadian dimana seorang ibu yang memukul anaknya justru memancing kemarahan suami, sehingga suami balas memukul istri. Meskipun tindakan suami dianggap sebagai pembelaan terhadap anak atau pencegahan agar isttri tidak melanjutkan perbuatannya, tetap saja hal tersebut melanggar perundang-undangan.

Pidana KDRT

UU KDRT mengatur mengenai kekerasan dalam rumah tanggal. Pasal 6 ayat jo. Pasal 5 huruf a UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Pasal 44 ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan.

Jika seorang suami atau istri yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, pihak yang menjadi korban bisa mengadukan secara hukum. Pelaku bisa dijerat dengan pasal Pasal 44 UU PKDRT berikut ini:

  • Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
  • Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
  • Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
  • Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal di atas berlaku baik untuk istri maupun suami yang merupakan pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun di dalam peristiwa yag sama, suami hanya bertindak spontan sebagai pembelaan namun hukum akan melihat bahwa seharusnya suami tidak mengambil langkah tersebut. Jika seorang suami membalas melakukan kekerasan terhadap istri, maka dia juga akan dikenai tindak pidana KDRT apabila istrinya mengadukannya.

Solusi KDRT untuk menjaga rumah tangga dan perkawinan

UU KDRT di sisi lain memberi perlindungan terhadap masing-masing pihak dalam perkawinan dalam rumah tangga, namun di satu sisi bisa membuat pasangan terpisah. Oleh karena itu, pada kasus yang relatif ringan suami dan istri seharusnya tidak langsung mengadukan kepada polisi melainkan diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu. Atau jika melibatkan hukum, maka hukum bertindak sebagai pihak mediator sebelum menjatuhkan pasal terhadap pelaku. Karrena apabila pasal dikenakan kepada salah satu pihak, maka perkawinan bisa saja berakhir karena salah satu yakni pelaku yang bersangkutan akan menjalani hukum.

Baca Juga; Perbuatan Melanggar Hukum Dalam Hubungannya Dengan Perkawinan