Perbuatan Melanggar Hukum Dalam Hubungannya Dengan Perkawinan

Pengacara Perceraian Jakarta – Ada banyak permasalahan yang meskipun menimbulkan kerugian atau akibat yang cukup besar namun belum diatur dengan tegas secara hukum. Jika menyoal pada hubungan perkawinan, hubungan keluarga dan hubungan pria dan wanita dalam status pra perkawinan (termasuk pacaran), maka kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah pembatalan pernikahan hingga hamil di luar nikah.

Pembatalan perkawinan secara sepihak

Banyak peristiwa terkait hal ini. Karena satu dan lain hal, tiba-tiba sebuah rencana perkawinan yang telah disepakati antara kedua belah pihak dan keluarga masing-masing tiba-tiba dibatalkan. Yang paling umum dari kasus ini adalah pembatalan dari pihak pria sehingga menimbulkan kemarahan dari pihak wanita.

Memang, secara hukum tidak diatur dengan tegas bahwa pelaku pembatalan nikah sepihak bisa dijerat hukum. Namun, beberapa putusan pengadilan telah diambil dengan dasar Perbuatan Melanggar Hukum atau PMH. Sebelum melihat mengapa diberikan hukuman PMH, undang-undang yang menyebut mengenai pembatalan nikah adalah Pasal 58 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka Hakim untuk berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal.

Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin ini telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.

Dari pasal di atas, diketahui bahwa janji menikah tidak menjadi dasar untuk menuntut ganti rugi apabila pernikahan dibatalkan. Namun, apabila janji nikah sudah diikuti dengan pengumuman maka bisa menjadi dasar untuk menuntut ganti rugi.

Pembatalan pernikahan sangat tidak elok khususnya pada masyarakat yang masih memegang teguh adat. Pembatalan ini bisa menimbulkan perselisihan karena dianggap telah menyebabkan rasa malu, aib, dan merendahkan martabat. Oleh karena itu, tindakan ini bisa dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Dengan dasar ini, pihak yang dirugikan bisa menggugat ganti rugi atas kerugian material yang ditimbulkan dari pihak yang membatalkan pernikahan meskipun tidak memuat pengumuman pernikahan terlabih dahulu seperti yang disebutkan pada pasal di atas.

Hamil di Luar Nikah

Pacaran memiliki sisi yang buruk salah satunya adalah hamil sebelum menikah. Seorang wanita yang hamil di luar nikah seringkali berhadapan dengan posisi yang sulit ketika laki-laki tidak mau bertanggung jawab dan menikahinya. Apalagi jika wanita tersebut sudah cukup umur yang mana tidak bisa dikenakan UU Perlindungan Anak jika laki-laki tidak mau bertanggung jawab. Selain itu, jika dasarnya adalah suka sama suka, maka sangat sulit untuk menggugat secara hukum terhadap pria yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya.

Sulitnya menuntut laki-laki yang adalah pacarnya disebabkan karena persetubuhan yang terjadi adalah bukan pemerkosaan. Selain itu, wanita tersebut dianggap sudah cukup umur untuk bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Maka, satu-satunya jalan agar perempuan tersebut masih bisa mendapatkan ‘keadilan’ adalah menuntut ganti rugi kepada si pria dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum. Untuk bisa melakukan gugatan ini, maka wanita bersangkutan harus memiliki bukti bahwa laki-laki tersebut berjanji akan menikahinya dalam hubungan pacaran mereka.

Baca Juga: Pacaran Jangan Bablas Jika Tidak Ingin Dituntut Orang Tua Si Dia