Jika Warisan Tanpa Wasiat

Pengacara Perceraian Jakarta – Berdasarkan Undang-Undang, harta dari seseorang yang telah meninggal dunia menjadi milik ahli waris-ahli warisnya jika orang meninggal tidak membuat surat wasiat terkait harta peninggalan. Ini akan mendahului penjelasan yang menyatakan bahwa jika tidak ada wasiat maka otomatis ahli waris menjadi pemilik harta benda dari orang tersebut. Kondisi sebaliknya, jika ternyata ada surat wasiat maka wasiatlah yang akan dilihat terlebih dahulu.

Hukum waris perdata

Ada satu undang-undang yang menjadi rujukan tentang warisan yakni undang-undang Perdata atau hukum waris perdata yang terdapat di dalam KUHPerdata.

Pasal 874 KUHPerdata menyatakan bahwa: segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. Dalam hal ini, surat wasiat adalah ‘ketetapan yang sah’.

Apa itu surat wasiat?

Pasal 875 KUHPerdata menyatakan: Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. Jika seseorang yang telah meninggal dunia membuat wasiat mengehani harta kekayaannya sewaktu hidup, maka surat wasita itu akan dipatuhi termasuk oleh para ahli warisnya. Surat wasiat akan didahulukan dalam pewarisan karena melalui surat wasiat yang dimaksud tertuang kehendak dari pewarisnya.

Akan tetapi, di dalam pembagian waris berdasarkan surat wasiat ada batasannya. Pembatasan yang dimaksud terdapat di dalam KUHPerdata yang meliputi:

  1. Tidak boleh pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan (fidei-commis);
  2. Tidak boleh memberikan wasiat kepada suami/istri yang menikah tanpa izin;
  3. Tidak boleh memberikan wasiat kepada istri kedua melebihi bagian yang terbesar yang boleh diterima istri kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 852a KUHPerdata;
  4. Tidak boleh membuat suatu ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak pewaris (testateur) dalam harta persatuan;
  5. Tidak boleh menghibahwasiatkan untuk keuntungan walinya; para guru dan imam; dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat pewaris selama ia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan ia meninggal; para notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat;
  6. Tidak boleh memberikan wasiat kepada anak luar kawin melebihi bagiannya dalam Pasal 863 KUHPerdata;
  7. Tidak boleh memberikan wasiat kepada teman berzina pewaris;
  8. Larangan pemberian kepada orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya dan anak-anaknya.

Selama tidak melanggar batasan yang telah ditetapkan secara undang-undang, maka surat wasiat akan mendapatkan kekuatannya.

Di sisi lain, ada kondisi dimana surat wasiat tidak memiliki kekuatannya atau tidak berlaku. Hal ini berlaku bagi para legitimaris. Surat wasiat tidak boleh melanggar apa yang menjadi hak para legitimaris ini. Siapa itu legitimaris? Penyebutan ini diberikan kepada ahli waris yang mempunyai bagian mutlak (legitieme portie) dari warisan. Bagian mutlak ini adalah bagian dari warisan yang secara hukum menjadi milik ahli waris dari garis keturunan lurus. Pasal 913 KUHPerdata menyatakan legitieme portie sebagai sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris garis lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.

Bacaan tentang legitieme portie ada di sini.

Jadi, menjawab judul di atas, maka suatu warisan akan menjadi milik ahli waris berdasarkan undang-undang jika pewaris tidak meninggalkan surat wasiat.