Ketentuan Pembagian Harta Warisan Menurut 3 Aturan Hukum Yang Berlaku di Indonesia

Pengurusan Somasi perkawinan – Harta warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris yang kemudian menjadi hak para ahli warisnya. Dalam sebuah keluarga tentunya hal ini dapat menjadi sebuah polemik yang memicu keretakan. Oleh karena itu penting sekali untuk mempelajari ketentuan dalam hal pembagian warisan.

Di Indonesia setidaknya ada tiga hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan, yaitu hukum Islam, hukum perdata, dan hukum adat. Mari kita simak satu-persatu:

Aturan pembagian harta warisan menurut hukum Islam

Hukum pembagian warisan dalam agama Islam yaitu berdasarkan Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 11 dan 12.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman, (Q.S An-Nisa, ayat 11);

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), makai bunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, makai bunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar utangnya). (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

(Q.S An-Nisa, ayat 12);

“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetap mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka dari masing-masing kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikian ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.

Ketentuan kedua ayat tersebut dilengkapi dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Hukum Perdata tentang Waris

Prinsip pewarisan menurut KUH Perdata, yaitu:

  • Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);

Jika pemilik harta masih hidup, maka harta yang dimilikinya tidak dapat dialihkan kepada ahli waris melalui pengesahan prosedur.

  • Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.

Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Ada empat golongan besar yang termasuk dalam kategori tersebut, yaitu:

  1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).
  2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
  3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
  4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Mereka yang ditunjuk sesuai dengan Undang-Undang, antara lain suami/istri, anak, kakek/nenek (sebagaimana termasuk dalam Golongan I hingga Golongan IV. Hak yang didapatkan disebut dengan ab intestato (ahli waris mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan si pewaris). Cara selanjutnya adalah secara testamentair atau surat wasiat (ahli waris ditentukan oleh si pewaris dalam surat wasiat). Surat wasiat tersebut juga perlu disahkan oleh notaris.

Bagaimana dengan hak anak yang masih di dalam kandungan?

Walaupun belum dilahirkan, status anak yang masih dalam kandungan dapat langsung disahkan langsung sebagai ahli waris. Hak ini sesuai dengan Pasal 2 KUH Perdata.

Hukum Adat tentang Waris

Tiga sistem kewarisan menurut hukum Adat Indonesia yaitu:

  1. Sistem Kewarisan Individual Ciri Sistem Kewarisan Individual, ialah bahwa harta peninggalan itu terbagi-bagi pemilikannya kepada para waris, sebagaimana berlaku menurut KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), danHukum Islam, begitu pula berlaku di lingkungan masyarakat adat seperti pada keluarga-keluarga Jawa, yang parental, atau juga pada keluarga-keluarga Lampung yang patrilineal. Pada umumnya sistem ini cenderung berlaku di kalangan masyarakat keluarga mandiri, yang tidak terikat kuat dengan hubungan kekerabatan.
  2. Sistem Kewarisan Kolektif Ciri sistem kewarisan kolektif, ialah bahwa harta peninggalan itu diwarisi/dikuasai oleh sekelompok waris dalam keadaan tidak terbagi- bagi, yang seolah-olah merupakan suatu badan hukum keluarga kerabat (badan hukum adat).
  3. Sistem Kewarisan Mayorat Ciri sistem kewarisan mayorat, adalah bahwa harta peninggalan orang tua atau harta peninggalan leluhur kerabat tetap utuh tidak dibagi-bagi kepada para waris, melainkan dikuasai oleh anak tertua laki-laki (mayorat laki-laki) di beberapa lingkungan masyarakat yang menjunjung tinggi sistem patrilineal atau tetap dikuasai anak tertua perempuan (mayorat wanita) di lingkungan masyarakat matrilineal semendo di Sumatera Selatan dan Lampung.

Berikut jenis tindakan kriminal yang dapat membatalkan hak waris menurut Pasal 838 KUH Perdata:

  1. Ahli waris karena putusan hakim dihukum karena mencoba membunuh pewaris,
  2. Ahli waris kerena putusan hakim dihukum karena memfitnah pewaris melakukan kejahatan,
  3. Ahli waris yang dengan kekerasan menghalangi pewaris untuk membuat wasiat, dan
  4. Ahli waris yang memusnahkan surat wasiat.

Setelah keberadaan ahli waris dapat dipastikan kemudian disahkan, maka timbullah hak-hak bagi para ahli waris tersebut, yakni sebagai berikut:

  1. Pasal 1066 KUHPerdata, “Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima harta peninggalan tersebut dalam keadaan tidak terbagi.Pemisahan harta peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang bertentangan dengan itu.”
  2. Pasal 833 KUHPerdata, ahli waris tersebut memiliki hak saisine, yaitu hak untuk mempertimbangkan atau menolak menerima warisan.
  3. Pasal 834 KUHPerdata, ahli waris berhak mengajukan gugatan terhadap ahli waris kedua apabila ingin menguasai haknya. Hak ini disebut dengan hak petition.
  4. Pasal 1023 KUHPerdata, hak untuk berpikir. Ahli waris dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi kepentingannya. Dalam hak istimewa yang disebutkan dalam Pasal ini, ahli waris tidak wajib membayar utang-utang dan beban-beban harta peninggalan itu lebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu. Serta dia tetap berhak menagih piutang-piutangnya sendiri dari harta peninggalan itu.

Semoga hal ini dapat menambah referensi anda tentang hukum-hukum yang dipakai dalam hal pembagian harta warisan dalam keluarga.

Baca Juga: Aturan dan Cara Membatalkan Surat Wasiat Yang Telah Dibuat