Aturan dan Cara Membatalkan Surat Wasiat Yang Telah Dibuat

Pengambilan Putusan Cerai – Makna kata “wasiat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang akan meninggal (biasanya berkenaan dengan harta kekayaan dan sebagainya. Berwasiat yakni membuat wasiat atau berpesan. Secara hukum artinya wasiat yang dibuat di muka notaris dan diumumkan setelah si pembuat meninggal dunia.

Surat wasiat yang telah dibuat didaftarkan di Pusat Daftar Wasiat, Departemen Hukum dan HAM. Surat wasiat dituangkan dalam akta otentik oleh pihak notaris sehingga memiliki kekuatan hukum yang sah dengan bukti yang kuat.

Contoh kasus:

Pak Budi membuat surat wasiat beberapa tahun yang lalu. Dia berpikir setelah peninggalannya, harta yang sudah terkumpul selama ini dapat bermanfaat untuk keluarganya kelak. Namun suatu hari Pak Budi berubah pikiran. Dia ingin membatalkan surat wasiatnya. Dikarenakan dia tidak ingin ada polemik yang memecah belah anggota keluarganya. Maka, dia mengajukan pembatalan ke kantor notaris dan menggantinya dengan surat wasiat yang baru.

Bagaimana caranya jika Pak Budi ingin membatalkan surat wasiat tersebut? Apakah hal itu diperbolehkan secara hukum?

Jawabannya, jika seseorang membuat surat wasiat dan ingin membatalkannya makahal tersebut dapat dilakukan dan hal itu diperbolehkan secara hukum.

Aturan yang menyangkut pembatalan surat wasiat ada pada Pasal 875 KUHPerdata, dijelaskan surat wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, yang dapat dicabut kembali olehnya. Pembatalan wasiat dapat dilakukan dengan pembuatan wasiat baru dengan akta notaris khusus. Hal ini diterangkan pada Pasal 992 KUHPerdata. Akta notaris tersebut berisi pernyataan kehendak pembatalan/pencabutan wasiat secara menyeluruh atau sebagian.

Ada dua cara membatalkan surat wasiat. Yaitu pembatalan secara tegas dan secara diam-diam. Pembatalan secara tegas berarti membuat surat wasiat terdahulu tidak lagi berlaku secara hukum. Pembatalan secara diam-diam berarti membuat surat wasiat baru yang isinya bertentangan dengan surat wasiat terdahulu. Legalitas surat wasiat terbaru untuk menggantikan yang sebelumnya adalah sah di mata hukum.

Prosedur untuk membatalkan surat wasiat adalah sebagai berikut:

  1. Pemberi waris mendatangi kantor notaris untuk membatalkan surat wasiatnya.
  2. Notaris membuat akta yang menginformasikan tentang surat wasiat terdahulu termasuk tanggal pembuatan, nomor, dan domisili.
  3. Pemberi waris harus memberikan pernyataan bahwa dia melakukan pembatalan/pencabutan terhadap wasiatnya.

Aturan Membatalkan Wasiat Dalam Agama Islam

Dalam agama Islam, hal ini tentunya mempuyai dasar aturan. Dasar hukum wasiat dalam agama Islam mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah. Ayat-ayat yang berkaitan tentang perintah untuk memberi wasiat di antaranya terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 180:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Artinya:

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa

Tertera juga dalam QS. Al-Maidah ayat 106, sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ ۚ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الْآثِمِينَ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: “(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”.

Adapun rukun wasiat dalam agama Islam, yaitu:

  1. Mushi yaitu orang yang berwasiat;
  2. Musha yaitu orang yang diwasiatkan;
  3. Musha bihi yaitu barang /harta yang diwasiatkan;
  4. Shighat yaitu ijab dan qabul.

Orang yang berwasiat atau sebagaimana disebutkan di atas sebagai mushi, disyaratkan harus mempunyai kompetensi (kecakapan) yang sah menurut hukum. Mengacu pada Pasal 194 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam atau KHI, dinyatakan ada sekurang-kurangnya dua syarat kumulatif agar seseorang dapat mewasiatkan harta bendanya. Yang pertama, orang tersebut telah berumur, sekurang-kurangnya 21 tahun dan yang kedua, dia berakal sehat. Syarat yang lainnya adalah dia membuat wasiat tanpa adanya paksaan dari orang lain.

Ketentuan pada Pasal 197 ayat (1) dan Pasal 198 KHI menjelaskan, wasiat yang telah dibuat oleh pewasiat dapat dinyatakan gugur apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:

  1. Disalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat si pewasiat;
  2. Dipersalahkan karena memfitnah, telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;
  3. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah surat wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
  4. Menggelapkan merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.

Dijelaskan pada Pasal 199 KHI bahwa:

  1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali;
  2. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan dengan dua orang saksi atau tertulis dengan dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris;
  3. Bila wasiat dilakukan secara tertulis maka pencabutannya hanya dapat dilakukan secara tertulis dengan dua orang saksi atau dengan akta notaris;
  4. Apabila wasiat dilakukan dengan akta notaris, maka pencabutannya hanya dilakukan dengan akta notaris.

Dengan adanya poin-poin yang disebutkan di atas, wasiat tersebut bukan lagi dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak, melainkan dua pihak. Perjanjian tersebut hanya akan dapat dibatalkan apabila disetujui oleh keduabelah pihak.

Menurut kesepakatan ulama fiqh, pembatalan wasiat boleh dilakukan dengan ucapan yang jelas atau dengan tindakan. Contoh ucapan dari pemberi wasiat, “Saya batalkan wasiat yang telah saya akadkan untuk si fulan.” Jika pembatalan tersebut dikatakan dalam ucapan, maka harus diucapkan dengan diketahui oleh saksi-saksi.

Secara tindakan, pemberi wasiat melakukan perbuatan-perbuatan yang menujukkan kepada pembatalan wasiat dihadapan saksi-saksi.

Baca Juga: Bagaimana Jika Diberi Warisan Tanpa Adanya Surat Wasiat?