Mengancam Anak Dengan Tidak Memberikan Warisan

Pengambilan Putusan Cerai – Pembagian warisan telah diatur dengan sedemikian rupa, baik secara agama, hukum adat, maupun dengan sistem hukum perdata. Semua porsi bagian hak ahli waris diatur di dalamnya. Pembagian warisan dalam sebuah keluarga tentunya dapat memicu sebuah konflik internal yang dapat menyebabkan hilangnya hak waris atas warisan yang disebutkan dalam wasiat seseorang.

Hal apa sajakah yang dapat membatalkan hak waris seseorang?

Jenis tindakan kriminal yang dapat membatalkan hak waris menurut Pasal 838 KUH Perdata:

  1. Ahli waris karena putusan hakim dihukum karena mencoba membunuh pewaris,
  2. Ahli waris kerena putusan hakim dihukum karena memfitnah pewaris melakukan kejahatan,
  3. Ahli waris yang dengan kekerasan menghalangi pewaris untuk membuat wasiat, dan
  4. Ahli waris yang memusnahkan surat wasiat.

Contoh kasus:

Dalam sebuah keluarga, ada seorang ibu yang berseteru dengan salah satu anak kandungnya. Ibu itu mengancam jika anaknya tidak menuruti kata-katanya (dalam kasus ini adalah menuntut sebuah keinginan kepada anak), anak tersebut tidak akan diberikan warisan dari ayahnya. Dan nama anak tersebut akan dihilangkan dari daftar penerima waris.

Dalam sebuah keluarga tentunya hal ini harus menjadi perhatian anggota keluarga yang lain, yang mengetahui kondisi antara ibu dan anak di atas. Sebab, perbuatan si ibu dalam kasus di atas termasuk perbuatan melawan hukum. Ibu itu tidak berhak menghalangi hak anaknya apalagi jika harus menghapusnya dari daftar hak waris. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh pewasiat, yang jika dalam wasiatnya terdapat hal yang ia tidak kehendaki wasiatnya dapat dibatalkan dan diganti dengan wasiat yang baru.

Pasal 174 Komplilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa:

(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

  • Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek
  • Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.

(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Pasal 188 KHI:

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.

Pasal 834 KUHPerdata yang berbunyi:

“Tiap-tiap waris berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaannya. Ia boleh memajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah waris satu-satunya, atau hanya untuk sebagian jika ada berapa waris lainnya.”

Jelas bahwa anak kandung dari ibu tersebut tetap mendapatkannya sekalipun ibunya tidak menyetujuinya.

Dalam Islam juga dinyatakan demikian. Apabila seseorang tidak menjalankan perintah Allah, maka dia telah berbuat dosa, sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 13:

“(Hukum-hukum waris tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”.

Dan juga dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (pengadilan), supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Baca Juga: Hamil Saat Menikah, Bagaimana Status Anak di Dalam Kandungannya?