Istri Yang Ingin Cerai, Suami Boleh Menolak Memberi Nafkah Setelah Cerai?

Pengambilan Putusan Cerai – Masalah nafkah setelah cerai dari bekas suami kepada bekas istri sering pula menjadi permasalahan dalam perkara perceraian. Berbeda dengan kewajiban seorang terhadap anak yang sifatnya adalah wajib, kewajiban memberikan nafkah kepada mantan istri setelah bercerai ditentukan melalui pengadilan. Pada peristiwa perceraian dimana istri yang menginginkan perceraian tersebut, hakim bisa saja membebaskan suami dari kewajiban menafkahi mantan istrinya.

Dasar Hukum tentang Kewajiban Suami Memberi Nafkah Setelah Cerai

Ketentuan mengenai kewajiban suami untuk menafkahi mantan istrinya pasca bercerai terdapat dalam UU Perkawinan. Pada Pasal 41 c UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Karena kewajiban yang dimaksud ditentukan oleh pengadilan, maka Hakim memiliki pertimbangan dalam meletakan tanggung jawab atau justru membebaskan tanggung jawab terhadap seorang suami yang digugat cerai oleh istrinya.

Sebagai contoh, seorang istri yang menggugat cerai suami sebagai akibat dari kurangnya nafkah yang diterima selama perkawinan berlangsung bisa menyebabkan Hakim tidak membebani mantan suaminya dengan tanggung jawab menafkahi mantan istri. Contoh lainnya, seorang istri yang menggugat suami sebagai akibat dari tindakan pelecehan, kekerasan dan ancaman yang diterima istri selama perkawinan berlangsung bisa mendapatkan hak dalam penafkahan oleh mantan suami. Kasus ini, bisa membuat Hakim melalui pertimbangannya memberikan hukuman kepada suami berupa kewajiban menafkahi bekas istrinya sesuai ketentuan yang berlaku.

Baca juga: Perceraian Dalam Islam: Definisi, Hukum Hingga Jenis-Jenisnya

Seorang pria yang menolak menafkahi istrinya setelah putusan Hakim akan dianggap melakukan pembangkangan terhadap hukum. Menghadapi kasus seperti ini, mantan istri menempuh langkah hukum berupa permintaan kepada Ketua Pengadilan untuk memperingati mantan suaminya mengenai kewajiban yang harus dipenuhi. Bukan dilakukan dengan cara somasi.

Dalam KHI

Bagaimana Hukum Islam mengatur mengani kewajiban mantan suami untuk memberi nafkah setelah cerai kepada mantan istrinya usai perceraian? Kompilasi Hukum Islam sudah mengaturnya dalam Pasal  149 KHI yang menyatakan bahwa:

  • Jika putusnya perkawinan adalah karena talak, maka bekas suami mempunyai kewajiban dalam memberikan kepada bekas istri mut’ah yang selayknya. Mut’ah tersebut bisa berbentuk uang atau benda. Kewajiban ini ada pengecualian jika saat talak, istri sedang keadaan qobla al dukhul, yakni belum pernah disetubuhi oleh suami.
  • Bekas suami wajib memberi nafkah, maskan dan kiswah terhadap bekas istri selama dalam iddah. Pengecualian jika bekas istri sudah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz serta tidak dalam keadaan hamil.

Kewajiban menafkahi ini tetap berlaku hingga perceraian terjadi dengan jatuhnya talak. Harapannya adalah dengan kewajiban yang ada suami dan istri dapat kembali menjadi pasangan yang utuh.  Kewajiban suami menafkahi istri dalam KHI, memberi pengecualian jika istri nusyuz yakni bersikap durhaka terhadap suami sehingga menggugurkan haknya mendapatkan nafkah.

Nafkah iddah

Masa iddah merupakan masa tunggu yang mana wanita yang sudah bercerai dari suaminya baik cerai hidup (talak)atau cerai mati (suami mati) menahan diri untuk tidak menikahi laki-laki lain. Dalam perkara cerai karena talak, seorang pria wajib memberi nafkah kepada bekas istrinya selama masa iddah. Lamanya masa iddah adalah 3 bulan 10 haris sejak ditalak.

Kewajiban seorang pria kepada mantan istri hanya berlaku jika perceraian dilakukan atas gugatan suami kepada istri. Pada kasus sebaliknya yang mana istri melakukan gugatan terhadap suaminya untuk bercerai maka suami tidak berkewajiban dalam memberi nafkah pasca cerai.

Baca Juga: Kewajiban Mantan Suami Terhadap Anak Pasca Perceraian