Pacaran Jangan Bablas Jika Tidak Ingin Dituntut Orang Tua Si Dia

Pengambilan Putusan Cerai – Pacaran memiliki berbagai sisi untuk ditelisik. Beberapa pihak tidak menyarankan pacaram karena terlalu banyak sisi negatifnya, sementara sebagian yang lain melihat pacaran penting sebelum seseorang masuk ke pernikahan. Karena pacaran tidak diatur secara khusus oleh hukum nasional, maka untuk mendapatkan nilai positif dari pacaran tersebut akan kembali lagi kepada setiap pihak yang menjalaninya.

Permasalahan yang timbul dari pacaran antara muda-mudi, yang umumnya terjadinya adalah ketika kedua pasangan dianggap telah melewati batas. Misalnya membawa pacar tidur di kos sehingga menimbulkan kemarahan dari orang tua wanita. Kasus semacam ini banyak terjadi, yang tidak sedikit pula berujung pada pernikahan ‘dini’. Apa yang dimaksud dengan pernikahan dini di sini adalah peristiwa pernikahan yang terjadi hanya karena kedua muda-mudi dianggap telah melewati batas pacaran sehingga sebaiknya mereka dinikahkan saja.

Pacaran ‘kelewatan’ berujung ‘dinikahkan’

Kelewatan dalam hal ini tergantung dari pandangan sosial masyarakat setempat. Ada pasangan muda-mudi yang hanya karena bermain di dalam kamar kos kemudian dianggap ‘kelewatan’ lantas dipaksa menikah. Atau, ada pasangan yang memang diketahui telah melakukan hubungan badan sehingga oleh masing-masing orang tua sepakat untuk dinikahkan.

Adapun alasan muda-mudi kemudian dinikahkan meskipun belum umumnya untuk menjaga kehormatan wanita. Hal ini masuk akal, meskipun secara hukum tidak mengatur secara khusus. Sebagai rujukan hukum, bisa dilihat pada Pasal 58 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka Hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal.

Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin ini telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.

 

Sebenarnya pasal tersebut lebih mengarah pada tindakan ketika peristiwa pacaran yang tidak berujung pada perkawinan, yang mana secara hukum tidak diatur bahwa pacaran mesti harus menikah. Namun, tindakan ‘dinikahkan’ karena pacaran melebihi batas sangat bisa dimaklumi secara moral dan etika. Oleh karena, bagi pasangan muda-mudi yang masih berpacaran harus mengenal rambu-rambu yang tidak boleh dilewati. Salah satu rambu yang sangat rawan adalah tindakan yang mengarah pada perzinahan.

 

Apa itu bawa kabur?

Pada kasus yang lebih pelik, ada orang tua yang kemudian menuntut perbuatan ‘bawa kabur’. Kasus ini tidak jarang terjadi, bahkan pada seorang pemuda yang membawa pacarnya jalan selama sehari bisa mendapat tuntutan dari orang tua pacarnya.

Bagaimana melihat perbuatan berjalan bersama pacar dalam waktu yang lama sebagai tindakan bawa kabur dan dapat dituntut oleh orang tua? Untuk melihat hal tersebut, harus kembali pada hukum yang mengaturnya. Pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Seseorang menyebutkan:

  • Bersalah melarikan wanita diancam dengan pidana penjara:
    1. paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan
    2. paling lama sembilan tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.

 

  • Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan.
  • Pengaduan dilakukan:
    1. jika wanita ketika dibawa pergi belum dewasa, oleh dia sendiri, atau orang lain yang harus memberi izin bila dia kawin
    2. jika wanita ketika dibawa pergi sudah dewasa, oleh dia sendiri atau oleh suaminya.
  • Jika yang membawa pergi lalu kawin dengan wanita yang dibawa pergi dan terhadap perkawinan itu berlaku aturan-aturan Burgerlijk Wetboek, maka tak dapat dijatuhkan pidana sebelum perkawinan itu dinyatakan batal.

Mengenai pasal ini, membawa kabur wanita atau melarikan wanita bisa dilihat sebagai tindakan membawa wanita dalam keadaan tertentu dengan maksud tertentu. Maksud tertentu yang dimaksud bisa berupa kehendak untuk bersetubuh atau menguasai wanita dalam perkawinan.

Oleh karena itu, dalam menjaga agar hubungan pacaran tetap dilihat sebagai hal yang positif maka muda-mudi atau siapa pun yang tengah menjalani proses pacaran untuk selalu melihat etika, norma dan bahkan hukum yang berlaku. Jangan sampai proses pacaran yang seharusnya bermaksud baik untuk menuju jenjang perkawinan tercerderai karena hal-hal yang dipandang melanggar norma dan hukum.

Baca Juga: Apakah Kawin Lari Melanggar Hukum?