Pasal Hukum Perdata yang Mendukung Ahli Waris

Pengambilan Putusan Cerai – Kisruh kemilikan tanah warisan menjadi persoalan atau polemik tersendiri. Berbeda dengan sengketa atau perselisihan perebutan tanah, masalah kepemilikan tanah warisan selalu menarik untuk dibahas dari sudut pandang hukum perdata.

Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan antarindividu dalam masyarakat. Untuk kasus ahli waris yang kehilangan hak warisannya, misalnya, penanganan konflik diselesaikan sesuai bunyi pasal-pasal hukum perdata. Dalam hal ini, hak dan kepentingan ahli waris diatur dan ditentukan  baik secara individu maupun antarindividu dalam masyarakat.

Pasal Hak Ahli Waris

Menurut Pasal 832 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPer), yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

“Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-Undang maupun di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini: Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi miilik negara, yang wajib melunasi utang-   utang   orang-orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu”       

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa yang berhak mnerima warisan ada empat golongan:

  1. Golongan I: Suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya sebagaimana tertuang dalam pasal 852 KUHPerdata.
  2. Golongan II: orang tua dan saudara pewaris.
  3. Golongan III: keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
  4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Pasal Gugatan

Dalam kasus hukum perdata, pihak pelapor seringkali melayangkan laporan terkait masalah hak ahli waris. Katakanlah, pihak penggugat mengalami masalah kehilangan hak waris karena dirampas oleh paman atau istri paman atau yang bukan satu garis keturunan. Mereka ini digolongkan pihak terlapor.

Jika terhalang oleh pelbagai kesulitan dalam gugatan, maka pihak penggugat mengutarakan dasar argumentasinya berdasarkan Pasal 834 jo. Pasal 835 KUHPer.

Pasal 834 KUHPer:

Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alasan hak ataupun tanpa alasa hak, demikian pula           terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya.

Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alasan hak apapun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik”.

Pasal 835 KUHPer:

Tuntutan itu menjadi lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung dari hari terbuka warisan itu.”

Ada banyak pasal yang bisa dipakai dalam proses gugatan ahli waris. Dalam gugatan lain, Pasal 847 KUHPer menerangkan tak seorang pun boleh menggantikan orang yang masih hidup. Pasal ini berkaitan dengan hak gugatan ahli waris yang masih hidup. Atau  bunyi pasal 1051 KUHPer, “Bila seseorang yang ke tangannya telah jatuh suatu warisan, meninggal tanpa menolak atau menerima, maka para ahli warisnya berwenang sebagai        penggantinya untuk menerima atau menolaknya, dan ketentuan-ketentuan pasal yang berlaku terhadap mereka.

Baca Juga: Masalah Pertanahan dan Resolusi Konflik