Pemahaman Umum Tentang Hak Asuh Anak

Pengacara Perceraian Jakarta – Hubungan antara anak dengan orang tua tidak boleh putus meskipun terjadi perceraian di antara kedua orang tuanya.  Hukum Agama, UU Perceraian dan UU perlindungan anak telah mengatur mengenai itu dengan tujuan agar anak tidak kehilangan haknya yang berupa diasuh, dirawat dan dipelihara. Kasus-kasus perceraian menjadi paling umum yang menyebabkan problematik mengenai hak asuh anak yang mana dalam hal ini anak bisa saja kehilangan haknya dari salah satu orang tua. Karena pertimbangan tersebut, sebelum peristiwa perceraian terjadi banyak pihak berupaya mencegah perceraian yang dimaksud dengan pertimbangan mengenai keberlangsungan hidup anak. Bahkan, upaya pengadilan dalam mencari solusi dan upaya mendamaikan perselisihan antara pasangan suami-istri dengan mempertimbangkan hal ini pula.

Hak Asuh Anak memastikan seorang anak untuk mendapatkan penghidupan yang layak termasuk mendapatkan pendidikan, pengembangan bakat, minat dan kemampuannya. Berikut adalah garis besar pemahaman mengenai Hak Asuh Anak berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Asuh Anak Tidak Mutlak Milik Ibu

Meskipun dalam penentuan hak asuh anak melalui pengadilan lebih berat kepada pihak ibu, tidak berarti ayah tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak asuh anak. Bahkan meskipun anak diputuskan untuk berada dalam penguasaan ibu, ayah tetap memiliki tanggung jawab untuk merawat, memelihara dan mengasuh anaknya.

Perundang-undangan yang berlaku telah memilih ibu sebagai pihak yang paling dominan dalam penentuan hak asuh anak. Pertimbangan utamanya adalah seorang ibu secara naluriah lebih dekat kepada anak. Ini berlaku untuk anak di bawah umur (di bawah 12 tahun) yang menurut hukum belum mampu menentukan pilihannya sendiri.

Akan tetapi, hak asuh ini bisa jatuh ke tangan ayah atas dasar pertimbangan hakim. Pada kasus-kasus perceraian dimana hak asuh justru milik ayah umumnya terjadi ketika ibu dinyatakan tidak memiliki kriteria yang diperlukan anak untuk bisa bertumbuh dan berkembang pasca perceraian orang tua.

Anak di bawah 5 tahun

Hak asuh anak terhadap anak yang berusia di bawah 5 tahun wajib jatuh ke tangan ibu. Anak pada usia ini dipandang masih sangat membutuhkan seorang ibu untuk perkembangan jasmani dan rohaninya. Jika tidak berkendala, maka anak bersangkutan tetap ada dalam penguasaan ibu hingga berusia lebih dari 12 tahun. Pada usia 12 tahun anak boleh memilih untuk tinggal bersama ibu atau tinggal bersama ayah.

Jika suami selingkuh

Pada kasus perkara perceraian yang disebabkan karena suami terbukti berselingkuh maka hak asuh akan jatuh ke tangan ibu. Laki-laki yang bercerai memiliki kewajiban dalam menafkahi anaknya. Pada saat yang sama, hakim bisa mempertimbangkan untuk memutuskan bahwa laki-laki tersebut juga harus menafkahi mantan istrinya.

Jika istri selingkuh

Sebaliknya jika perceraian disebabkan karena istri berselingkuh dan perselingkuhan tersebut mampu dibuktikan, maka hakim bisa mempertimbangkan untuk menggugurkan hak asuhnya. Pada kasus yang demikian, istri dianggap telah lalai mengurus dan mengatur rumah tangganya sehingga menyebabkan perceraian. Namun, ada beberapa kasus istri selingkuh yang mana hak asuh anak tetap ada padanya. Pertimbangan hakim sangat penting dalam hal ini, karena sangat problematik. Keputusan yang akan diambil harus mementingkan kepentingan anak meskipun istri dalam hal ini bersalah dan memicu perceraian.

Pengalihan hak asuh

Hak asuh bisa bisa dialihkan jika pihak yang memegang hak asuh pada putusan pengadilan ternyata gagal menjalankan perannya. Dalam hal ini, suami atau istri bisa mengajukan gugatan kepada pengadilan. Jika terbukti ada kelalaian dalam pengasuhan anak, maka hak asuh bisa dialihkan kepada penggugat. Kelalaian yang dimaksud bisa berupa kekerasan fisik dan mental, menjadi pemabuk, penjudi, masuk penjara atau beralih keyakinan.

Dasar hukum tentang Hak Asuh Anak

·         Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
·         Undang – UndangNomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
·         Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Baca Juga: Bagaimana Tanggung Jawab Hutang dalam Perkawinan Setelah Cerai?