Pentingnya Perjanjian Perkawinan untuk Masa Depan yang Indah

“Pentingnya Perjanjian Perkawinan”

Jennifer Thejaya  |  Senin, 7 Maret 2022


“Sebagaimana yang telah diatur oleh UU Perkawinan dan peraturan-peraturan lainnya, perkawinan memiliki konsekuensi terhadap kedua belah pihak, akan tetapi dapat berlaku lain selama perjanjian perkawinan menyatakan sedemikian rupa.”

Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dikatakan bahwa bahwa pembuatan perjanjian perkawinan, calon suami-istri dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai ketentuan harta bersama, selama tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Sehingga, mulai dari perihal tanggung jawab, hingga penggabungan harta, perkawinan merupakan tindakan hukum yang mengikat dua insan selaku subjek tunggal secara jasmani dan rohani. Sebagaimana konsekuensi dari suatu perbuatan hukum lainnya, perkawinan sendiri memiliki dampak terhadap para pasangan. 

Sehingga, dapat dikatakan bahwa perjanjian perkawinan dapat memuat materi-materi sebagai berikut:

  1. Pembagian harta bawaan dalam perkawinan dari usaha masing-masing, hubah, warisan, ataupun secara cuma-cuma didapat selama masa perkawinan;
  2. Semua hutang dan piutang yang dibawa ke dalam perkawinan bersama tanggungan pelunasannya;
  3. Hak istri dalam mengurus harta pribadi dan memungut hasil dari sumber lain;
  4. Pencabutan wasiat dan segala hal yang berkaitan dengan perlindungan kekayaan dan kelanjutan bisnis.

Terdapat beberapa alasan kenapa seseorang memilih untuk membuat perjanjian perkawinan. Biasanya tidak hanya sebatas kekayaan, akan tetapi pula untuk menjaga kepentingan dan martabat masing-masing pihak. Alasan-alasan tersebut adalah, sebagai berikut:

 1. Menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga

Terutama ketika terdapat harta bawaan yang diperoleh masing-masing pihak, baik itu sebagai hadiah atau warisan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, dapat ditegaskan agar tidak ada harta tersebut yang berpindah.

2. Melindungi kepentingan istri dalam hal terjadinya poligami

Poligami seringkali mengakibatkan ketidakadilan terhadap istri pertama. Masing-masing istri memiliki potensi lebih besar dalam hal terdapatnya perjanjian perkawinan yang mengatur sedemikian rupa.

3. Menjamin kepentingan usaha

Ini penting jika salah satu pihak adalah pemilik usaha. Apalagi jika terjadi suatu sengketa, bisa-bisa kedua pasangan dituntut kerugian. Dengan adanya perjanjian perkawinan, pasangan pihak tersebut bisa turut tidak dilibatkan dalam kerugian usaha.

4. Memitigasi risiko perkawinan yang tidak sehat

Tidak ada yang tahu niatan dari seseorang hingga beberapa waktu. Untuk menghindari perbuatan tidak adil atau niatan tidak sehat dari pasangan, salah satunya menggunakan harta kalian untuk melunasi utang pribadi mereka, maka dibuatlah perjanjian perkawinan.

5. Mengatur pembagian harta saat perceraian

Terkadang beberapa kaum perempuan memutuskan untuk tidak bekerja setelah menikah dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Topik ini patut sekali diangkat bagi mereka dengan kenyataan sedemikian rupa. Hal ini dapat dituangkan lewat jumlah harta yang diterima serta mekanismenya. Eksekusinya pun sederhana, yakni hanya dengan menuntut suami agar menjalankan kewajibannya sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian perkawinan.

Beda hal jika terdapat perjanjian kawin yang mengatur lain. Menurut Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak, di mana setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian apa saja, sepanjang dibuat sah, beritikad baik, dan tidak melanggar ketertiban umum.

Untuk unsur-unsur yang wajib hadir dalam suatu perjanjian terkandung dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain:

  1.   Sepakat untuk mengikatkan diri;
  2.   Kecakapan tiap subjek;
  3.   Hal tertentu; dan
  4.   Sebab yang halal.

Perjanjian Kawin memberikan kesempatan pasangan untuk mengatur sendiri harta kawin mereka dengan longgar, selama tidak melanggar hukum, kesusilaan, dan agama. Tentunya, prinsip dalam asas kebebasan berkontrak tidak boleh dilupakan.

Sementara itu, UU Perkawiinan lebih lanjut mengatur soal perjanjian kawin dalam Pasal 29 yang dijabarkan lagi dalam empat ayat. Pasangan dapat mengacu pada ayat-ayat tersebut untuk merakit klausul-klausul dalam perjanjian kawin mereka.  Dengan kebebasan ini, calon mempelai mendapat kebebasan untuk mengatur rumah tangga mereka sesuai kebutuhan masing-masing.

Baca Juga: Perceraian Dalam Islam: Definisi, Hukum Hingga Jenis-Jenisnya

Perjanjian kawin baru berlaku secara efektif sejak perkawinan dilangsungkan dan tidak dapat diubah, kecuali terdapat persetujuan dari kedua belah pihak. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015, mengatakan bahwa perjanjian perkawinan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 UU Perkawinan, perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan atas persetujuan bersama dengan mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pencatat perkawinan atau notaris. Akan tetapi, masa berlakunya tetap pada sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Berbeda dengan UU Perkawinan, KUH Perdata mengatur perihal perjanjian kawin dari Pasal 139 sampai Pasal 147. Dalam salah satu pasal tersebut, perjanjian kawin harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Sementara UU Perkawinan tidak mengatur bentuk spesifik dari perjanjian kawin tersebut. Jadi bisa saja digunakan akta otentik atau tidak, yang penting tertulis.

Pembentukan perjanjian kawin ini bertujuan untuk menanggulangi beberapa risiko yang dapat menimpa. Salah satunya bila mereka bercerai, maka mereka tidak perlu repot-repot menghitung berapa banyak harta yang akan mereka peroleh masing-masing. Tidak hanya seputar harta, isi dari perjanjian kawin tidak terus-menerus memuat perihal harta, akan tetapi pula bisa perihal lain; seperti hak dan kewajiban, atau bahkan kewajiban memberikan nafkah.

Sumber Hukum

Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan)

Menurut Pasal 1338 KUH Perdata

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015

KUH Perdata mengatur perihal perjanjian kawin dari Pasal 139 sampai Pasal 147


Punya Masalah Hukum Keluarga Yang Sedang Dihadapi?

Ingin konsultasi lebih jauh dan memilih pengacara Hukum Keluarga silahkan menghubungi  [email protected] atau 0812-9797-0522