Sekilas Mengenai Penelantaran Dalam Rumah Tangga

Pengurusan Somasi perkawinan – Penelantaran dalam rumah tangga bisa dibilang sebagai produk dari kurangnya pemahaman mengenai tanggung jawab-tanggung jawab perkawinan. Untuk lingkup rumah tangga yang terdiri atas suami, istri dan anak (anak-anak), penelantaran yang terjadi kepada istri dan anak merupakan bentuk kelalaian dan sikap tidak bertanggung jawab dari suami. Begitu pula jika terjadi pada suami dan anak.

UU Perkawinan mengatur mengenai kewajiban suami kepada istri dan kewajiban istri kepada suami, yang mana diatur pula kewajiban terhadap anak-anak yang lahir dari perkawinan. Kewajiban suami termasuk di dalamnya adalah memberikan penghidupan kepada istrinya sementara istri merawat rumah tangga.

Jenis Penelantaran dalam Rumah Tangga

Makna umum dari penelantaran adalah kondisi terabaikan seseorang dari perhatian dan tanggung jawab orang lain yang berhubungan dengan dirinya. Meskipun masih banyak terdapat perbedaan pendapat mengenai penelantaran dan pembatasan-pembatasannya, jenis penelantaran yang sering terjadi bisa teridentifikasi menjadi:

  1. Penelantaran secara ekonomi. Seorang suami yang meninggalkan istri dan anak-anaknya dalam keadaan tidak tercukupi secara finansial adalah penelantaran ekonomi. Tugas suami sebagai pencari nafkah dalam keluarga mendapatkan penegasan dalam kasus-kasus semacam ini sehingga perilaku penelantaran yang terjadi bisa menyebabkan istri dan anak mengalami kepelikan ekonomi finansial. Banyak kasus telah terjadi yang mana suami pergi dalam waktu lama tanpa mengirimkan nafkah kepada keluarganya.
  2. Penelantaran fisik. Dalam perkawinan, ragawi tercukupi dengan nafkah yang tercukupi, tempat kediaman yang nyaman dan penghidupan yang layak. Apabila suami atau istri tidak berusaha memenuhi kebutuhan semacam ini bisa masuk sebagai penelantaran secara fisik. Penelantaran fisik juga menyangkut kesehatan tubuh, penyembuhan dari sakit, perawatan dan sebagainya.
  3. Penelantaran psikis. Penelantaran fisik dan ekonomi bisa menyebabkan tidak sehatnya psikis pasangan. Meskipun sulit diidentifikasi, penelantaran fisik bisa dilihat dari sikap depresi atau ketidakstabilan emosi sebagai akibat dari ketidakpedulian dan perhatian dari pasangannya.
  4. Penelantaran status. Meninggalkan istri atau suami tanpa sebab lalu menikah lagi dengan orang lain sering pula terjadi dalam kasus penelantaran. Perilaku semacam ini bisa menyebabkan penelantaran poin 1,2,3 dan 4 sekaligus. Kawin gantung misalnya.

Meskipun masih banyaak kajian mengenai penelantaran dalam rumah tangga, patut dilihat secara jelas mengenai penelantara berdasarkan UU PKDRT. Penelantaran menurut Pasal 9 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharan kepada orang tersebut.

Maka dari bunyi pasal di atas penelantaran bisa dilihat sebagai bentuk pelalaian kewajiban dan tanggung jawab seseorang dalam rumah tangga yang menurut hukum seseorang itu telah ditetapkan sebagai pemegang tanggung jawab terhadap kehidupan orang yang berada dalam lingkungan keluarganya.

Penelantaran juga menyalahi apa yang tertuang di dalam UU Perkawinan. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan “Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Terciptanya tujuan perkawinan berdasarkan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 hanya dapat terwujud apabila ada kerja sama antara suami dan istri. Bentuk kerja sama tersebut setidaknya diatur berdasarkan pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Penegasan hak dan kewajiban suami dan istri ada dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. Jika hak dan kewajiban terpenuhi maka tidak akan ada kasus penelantaran dalam rumah tangga.

Baca Juga: Pembagian Warisan Berkaitan dengan Harta Perkawinan di Dalamnya