Sudah Tahun 2021, Apakah Praktik Kawin Kontrak Masih Terjadi?

Pengurusan Somasi Perkawinan – Kawin kontrak dikenal sebagai ikatan antara pria dan wanita yang dibuat berdasarkan kontrak waktu tertentu tetapi tidak berdasarkan hukum yang berlaku. Baik hukum agama maupun perundangan yang berlaku di Indonesia dengan tegas melarang warganya melakukan praktik tersebut. Jika secara hukum negara kawin kontrak merupakan sesuatu yang melanggar hukum maka secara agama banyak pihak yang menilai hal tersebut adalah perzinahan semata.

Hukum Agama

Kawin kontrak sering dihubungkan dengan Agama Islam, mengingat sejarah kawin kontrak yang terjadi pada masa lampau di masa peperangan. Pada masa itu tentara diizinkan untuk memiliki wanita selain istrinya di medan perang untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Namun, setelah masa itu berakhir, kawin kontrak pun diharamkan.

Di Indonesia, kawasan Puncak Bogor adalah lokasi yang sudah disinyalir sejak lama sebagai tempat banyak orang menjalankan praktik kawin kontrak. Alasan mengapa kawin kontrak dilarang dan diharamkan meski merujuk pada Al-Qur’an adalah karena efek negatifnya. Jika dulu pada peperangan memiliki kondisi darurat sehingga terjadinya kawin kontrak, saat ini tidak kedaruratan semacam itu. Pada realitas yang terjadi, kawin kontrak lebih banyak membawakan dampak negatif khususnya kepada perempuan dan anak yang dihasilkan dari praktik tersebut.

Praktik Kawin kontrak tidak mendapatkan akibat hukum sebab telah dianggap sebagai perzinahan semata. Pelaku kawin kontrak hanya mengejar seks dan membalut kegiatan tersebut dengan dalih agama. Karena tidak memiliki akibat hukum, maka kawin kontrak tidak diatur mengenai status perkawinan, status anak dalam perkawinan hingga hukum warisnya.

Hingga tahun 2021, kawin kontrak tidak memiliki keabsahan dalam Hukum Islam. Banyak Ulama yang menilai bahwa kawin kontrak hanyalah upaya seks terselubung dengan wanita adalah komoditasnya yang memberi dampak negatif. Maka dari itu, kawin kontrak haram hukumnya.

Undang-Undang Perkawinan

Menyangkut perkawinan, maka rujukannya adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam UU Perkawinan sudah jelas menyatakan bahwa perkawinan yang sah harus dilakukan berdasarkan agama masing-masing. Maka dari itu, tidak ada tempat untuk kawin kontrak.

Meskipun demikian, ada pengamat yang melihat bahwa secara hukum tidak ada peraturan khusus yang mengatur mengenai kawin kontrak sehingga pelakunya akan dikenai dengan pasal yang seidkit berbeda yakni pasal-pasal dalam UU Perkawinan. Di lain pihak, sebagai sanggahan pengamat lain menegaskan bahwa UU Perkawinan telah mengaturnya dengan sempurna. Dalam Pasal 2 UU Perkawinan menyebutkan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Maka dari itu, kawin kontrak dan segala praktiknya akan berbenturan dengan UU Perkawinan secara langsung.

Upaya Pencegahan Kawin Kontrak

Karena dilihat hanya berfokus pada kesenangan seksual semata, kawin kontrak menyebabkan dampak buruk baik pada pelaku khususnya wanita maupun kepada anak. Ketiadaan keabsahan secara hukum perkawinan dan hukum agama menyebabkan perkawinan tersebut tidak memiliki status yang jelas. Baik wanita maupun anak tidak terjamin secara perkawinan bahkan tidak pula dijamin warisannya. Dampak tersebut akan menyeret korban kawin kontrak ke stereotipe masyarakat. Wanita yang selesai dikontrak kawin akan dipandang rendah dalam sosial bermasyarakat.

Oleh karena, kesadaran dan pengetahuan masyarakat perlu ditingkatkan. Kawasan Puncak Bogor setelah mendapat sorotan tajam akhir-akhir ini mulai redup isu kawin kontraknya. Namun bukan tidak mungkin di Indonesia praktik ini masih tetap terjadi dalam keadaan terselubung. Alih-alih memberikan dampak positif, kawin kontrak tidak lain adalah kontrak seks dengan komoditasnya adalah wanita.

Baca Juga: Penyelesaian Masalah Selingkuh Sebenarnya Dilematis