Syarat Perceraian bagi PNS di Pengadilan Agama

“Pegawai negeri sipil (PNS) memang memiliki beberapa syarat khusus untuk mengajukan perceraian yang berbeda dengan warga sipil.”

Pada dasarnya, perceraian dapat dilakukan semua masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan. Namun, ada pengecualian bagi masyarakat yang berprofesi sebagai PNS.

Maksud pengecualian di sini adalah adanya tambahan persyaratan bagi PNS yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan proses perceraian.

Sebab, instansi tempat PNS yang bersangkutan bekerja juga memerlukan data dan tingkah laku pegawai secara rinci. Semua ini menyangkut nama baik instansi, terlebih PNS juga diharapkan menjadi teladan bagi masyarakat.

Lantas, apa saja syarat yang diperlukan PNS untuk mengajukan perceraian di muka pengadilan agama?

Syarat Penting untuk Permohonan Cerai PNS

Salah satu dokumen penting yang harus dilampirkan saat mengajukan perceraian adalah surat gugatan.

Baca juga: Syarat Pengajuan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Namun, jika Anda berstatus sebagai PNS, maka wajib memperoleh surat izin atau surat keterangan lebih dulu dari pejabat. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PP No. 10/1983) dan beberapa perubahannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (PP No. 45/1990).

Kemudian, berdasarkan Surat Edaran Nomor 08/SE/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Surat Edaran 08/SE/1983), surat permintaan izin perceraian dibuat sekurang-kurangnya dalam dua rangkap, yang ditujukan untuk:

  1. Pejabat, yang disampaikan melalui saluran hierarki.
  2. Pertinggal (Arsip).

Selanjutnya, mengutip dari laman Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasional Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SIPPN Kemen PANRB), berikut adalah dokumen tambahan yang harus  dilampirkan PNS saat mengajukan cerai, di antaranya:

  1. Surat Pengantar.
  2. Surat Permohonan yang memuat alasan bercerai.
  3. Surat Rekomendasi dari kepala instansi.
  4. Berita acara pembinaan yang ditandatangani oleh pimpinan.
  5. Fotokopi Surat Ketetapan terakhir.
  6. Fotokopi Kartu Keluarga.
  7. Fotokopi Akta Lahir Anak (jika telah memiliki anak hasil perkawinan ini).
  8. Surat pernyataan kedua belah pihak.

Alasan Perceraian bagi PNS

Berdasarkan Surat Edaran 08/SE/1983 dan Surat Edaran Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP Nomor 45 Tahun 1990 (Surat Edaran 48/SE/1990), beberapa alasan perceraian yang diperbolehkan bagi PNS meliputi:

  1. Salah satu pihak berbuat zina;
  2. Salah   satu   pihak   menjadi pemabuk, pemadat/penjudi  yang sulit disembuhkan;
  3. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah;
  4. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung;
  5. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; dan
  6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 

Perbedaan yang paling mencolok dengan alasan perceraian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP No. 9/1975) ialah terkait salah satu pihak yang menderita cacat badan atau penyakit dan berakibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

Lantas, apakah PNS memang dilarang untuk bercerai karena alasan salah satu pihak menderita cacat badan atau penyakit?

Jawabannya bisa dilihat dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 10/1983, yang menyatakan bahwa pejabat tidak akan menerbitkan surat izin untuk bercerai jika alasannya berupa istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

 

Ingin proses perceraian ditangani dengan cepat dan tepat? Dapatkan layanan tersebut di KantorPengacara.co, dengan menghubungi: 08111339245.

Author: Cucut Fatma Mutia Lubis

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi