Tindak Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak

Pengacara Perceraian Jakarta – Sudah lazim bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berlaku antara suami kepada istri dan sebaliknya melainkan pula perlakuan kekerasan dari orang tua terhadap anak. Banyak kasus yang melibatkan orang tua kandung kepada anaknya. Dalam jumlah yang hampir sama terjadi antara orang tua tiri terhadap anak.

Anak Dalam Keluarga

Terlepas dari Undang-Undang Perlindungan Anak, kita harus melihat terlebih dahulu mengenai defenisi anak dalam keluarga. Sebuah perkawinan yang sah akan memiliki anak dari hasil hubungan suami-istri antara suami dan istri. Selain itu, anak dalam sebuah perkawinan termasuk anak yang diadopsi secara sah dan legal ke dalam perkawinan itu sendiri.

Anak kandung, adalah anak dari hasil hubungan antara suami-istri. Pria dan wanita di dalam perkawinan memiliki anak kandung jika wanita melahirkan anak dari suaminya selama perkawinan atau selama berumah tangga.

Anak Tiri, adalah anak dari seorang pria atau wanita yang berasal dari perkawinan sebelumnya. Anak tiri mengikuti salah satu pihak dari ibu atau bapaknya ke dalam kehidupan keluarga yang baru yang mana jika dia mengikuti ibunya maka suami baru dari ibunya adalah ayah tirinya, begitupula sebaliknya jika dia mengikuti ayahnya maka istri baru ayahnya adalah ibu tirinya.

Anak Angkat, adalah anak yang diangkat oleh sepasang suami-istri ke dalam rumah tangga mereka melalui prosedur yang sah secara hukum.

Anak Adopsi, adalah anak yang diambil hak asuk asuhnya oleh sebuah pasangan dari lingkup keluarga atau komunitas lain untuk memberinya kehidupan yang lebih layak.

Defenisi anak di atas merupakan defenisi terhadap anak di dalam sebuah keluarga perkawinan.

Jika merujuk pada Undang-Undang Perlindungan anak maka defenisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Dari defenisi ini maka kekerasan dari orang dewasa kepada anak-anak yang belum berusia 18 tahun (tanpa memandang posisi anak dalam keluarga) bisa ditindak berdasarkan hukum perlindungan anak.

Kekerasan Orang Tua kepada Anak dalam Keluarga

Apakah kekerasan dalam rumah tangga dengan korbannya anak-anak akan mendapat tindakan hukum yang berbeda dari UU Perlindungan anak? Jawabannya adalah tidak. Selama anak yang dimaksud belum berusia 18 tahun maka dia akan mendapat perlindungan hukum dari UU Perlindungan anak. Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak memiliki banyak bentuk. Secara hukum kekerasan didefenisikan sebagai setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Sanksi hukum kepada pelaku kekerasan kepada anak termasuk yang dilakukan orang tua dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 80 UU 35/2014, yakni:

  • Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
  • Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  • Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
  • Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya

Selain sanksi hukum dari UU perlindungan anak, orang tua pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa dijerat melalui UU PKDRT. Pada Pasal 1 angka 1 UU PKDRT menyebutkan:

“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Sanksi hukum bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU PKDRT yang berbunyi:

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

Kekerasan terhadap anak dengan pelaku kekerasan dari lingkup keluarga memiliki sanksi hukum yang lebih berat karena pertimbangan bahwa orang tua seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan, bukan sebaliknya.

Baca Juga: Pembatalan dan Pencabutan Wasiat