Tindakan Yang Masuk Kategori Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga

Pengambilan Putusan Cerai – Kekerasan seksual dalam rumah tangga sebenarnya sulit diungkap karena banyak korban, umumnya perempuan, tidak melaporkan hal tersebut. Tidak banyak terungkapnya kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga terjadi karena mitos tentang moralitas dan tabu dalam masyarakat. Kecuali pada kasus-kasus yang berat, kekerasan seksual dalam rumah tangga umumnya didiamkan begitu saja baik oleh korban maupun lingkup keluarga (anak, saudara, dll).

Apa itu kekerasan seksual?

Berbeda dari pelecehan seksual, kekerasan seksual memiliki kajian yang lebih luas. Di dalam kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual. Di dalam keluarga, kekerasan seksual seringkali hanya dikaitkan dengan peristiwa marital rape. Padahal masih banyaak tindakan atau perilaku lain yang menunjukan kekerasan seksual. Berikut perilaku-perilaku yang masuk sebagai tindakan kekerasan seksual;

Pertama, korbannya adalah perempuan atau istri:

  • Perkosaan
  • Pelecehan seksual
  • Intimidasi seksual yang mana di dalamnya termasuk ancaman dan percobaan perkosaan
  • Eksploitasi seksual
  • Penyiksaan seksual
  • Pemaksaan kehamilan
  • Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
  • Prostitusi paksa
  • Perbudakan seksual
  • Pemaksaan perkawinan yang mana termasuk di dalamnya cerai gantung
  • Pemaksaan aborsi
  • Pemaksaan kontrasepsi misalkan memaksa mengenakan kondom saat berhubungan dan sterilisasi paksa
  • Penghukuman tidak manusiawi yang bernuansa seksual
  • Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
  • Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Kedua, korbannya adalh perempuan/istri, pria/suami atau anak:

  • Kekerasan seksual terhadap anak termasuk inses
  • Pemaksaan hubungan seksual terhadap pasangan, termasuk istri, suami dan pasangan yang belum menikah.
  • Menyentuh atau melakukan kontak seksual tanpa persetujuan
  • Menyebarkan foto, video, atau gambar organ seksual atau tubuh telanjang seseorang kepada orang lain tanpa persetujuan yang bersangkutan
  • Melakukan masturbasi di depan publik
  • Mengintip atau menyaksikan seseorang atau pasangan yang sedang melakukan aktivitas seksual tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.

Dalam lingkungan keluarga, hal-hal di atas sering terjadi dan tidak menguat ke permukaan karena alasan moralitas. Namun, jika ada salah satu pasangan atau dalam hal ini adalah korban melaporkan pasangannya atau anggota keluarga yang melakukan tindak kekerasan seksual sebagaimana contoh di atas maka pelaku akan mendapatkan sanksi hukum yang telah diatur berdasarkan undang-undang.

Sanksi hukum terhadap pelaku kekerasan seksual seperti perilaku-perilaku di atas seringkali hanya menyangkut kekerasan seksual yang cukup berat seperti penyiksaan secara seksual karena perilaku yang lain ‘dianggap wajar’ dan masuk ranah privat seperti menyentuh ‘tubuh’ istri/suami. Kecuali jika hal tersebut dilakukan kepada korban yang bukan pasangan maka bisa mengemuka.

Dasar Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kasus-kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga seringkali tidak ditanggapi dengan tepat. Salah satu alasannya adalah karena tidak ada hukum yang mengatur secara hukum misalnya hukum tentang marrital rape. Akan tetapi, kekerasan seksual yang dimaksud masuk dalam UU PKDRT yang mengatur mengenai kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 4 UU PKDRT UU PKDRT menyatakan tujuan dari UU itu sendiri dalam melindungi keutuhan keluarga yang dirumuskan sebagai:

  • mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
  • melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
  • menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
  • memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU PKDRT menegaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Adapun sanksi hukum terhaadaap pelaku kekerasan seksual seperti yang disebut dalam Pasal 8 huruf a UU PKDRT adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000.

Baca Juga: Jika Anggota Keluarga Ditangkap Pihak Berwajib